Sabat Petang, 6 September
PENDAHULUAN
Yesus dan Hari Sabat. Istilah "Sabat" (artinya: hari perhentian) diperkenalkan oleh Musa dalam Torah (5 kitab pertama dari PL: Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, Ulangan) dan disebutkan untuk pertama kali dalam kitab Keluaran (16:23). Namun cukup menarik bahwa kata "Sabat" lebih banyak terdapat dalam empat kitab injil (4 kitab pertama dari PB: Matius, Markus, Lukas, Yohanes) ketimbang di seluruh Torah. Dalam Alkitab bahasa Indonesia versi Terjemahan Baru (TB), kata "Sabat" pada kelima kitab Torah berjumlah 37 ayat, dibandingkan dengan 44 ayat pada keempat kitab Injil. Selain itu, dalam Injil kata Sabat lebih banyak merujuk kepada Sabat hari ketujuh dari pekan, dibandingkan dengan kata Sabat dalam kitab Torah yang kebanyakan merujuk kepada "sabat" sebagai perayaan kudus.
Yesus sering berhadapan dengan orang-orang Farisi yang selalu berusaha mencari kesalahan-Nya dalam soal pemeliharaan hari Sabat, seperti yang terjadi pada suatu hari Sabat di sebuah sinagog di mana terdapat seorang yang tangan sebelahnya lumpuh. Yesus yang mengetahui bahwa orang-orang Farisi yang ada di situ sedang memperhatikan, langsung saja menyuruh orang itu berdiri di tengah-tengah mereka. "Aku bertanya kepada kamu: Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membinasakannya?" (Luk. 6:9). Yesus kemudian menyembuhkan dia pada hari Sabat itu, hal mana membuat orang-orang Farisi itu marah (ay. 11).
Dalam Yudaisme moderen terdapat tidak kurang dari 39 kategori larangan pada hari Sabat, termasuk hal-hal seperti mengikat ataupun melepas simpul tali dan menulis ataupun menghapus dua huruf (Mishnah Shabbat, 7:2). Jadi, kaum pria Israel tidak boleh memakai sepatu bertali pada hari Sabat. Penggunaan listrik dalam bentuk apapun juga dilarang, sebab menyalakan perangkat yang menggunakan tenaga listrik (arus AC maupun DC/batere) secara teknis dianggap sama dengan menyalakan api yang tidak boleh dilakukan pada hari Sabat. Jadi, mengemudikan mobil dan menggunakan telpon genggam atau handy talky sama sekali dilarang pada hari Sabat, kecuali untuk keperluan-keperluan khusus menyangkut keamanan dan keselamatan.
"Perdebatan-perdebatan Sabat dalam kitab-kitab Injil hanya berkaitan dengan bagaimana hari Sabat itu dipelihara, tidak pernah soal kapan. Kehidupan dan pengajaran Yesus tidak meninggalkan keraguan bahwa Sabat hari ketujuh akan terus berlangsung sebagai hari perhentian, bahkan sesudah kematian dan kebangkitan-Nya...Pekan ini kita akan membahas hubungan Kristus dengan asal-usul dan kepemilikan hari Sabat" [alinea kedua: dua kalimat terakhir; alinea ketiga: kalimat pertama].
Sementara satuan-satuan waktu (jam, hari, bulan dan tahun) ditentukan berdasarkan penghitungan astronomis, pekan atau minggu adalah satu-satunya segmen waktu yang dikenal dalam peradaban manusia--satuan waktu yang terdiri atas tujuh hari--yang tidak didasarkan pada hitungan astronomis melainkan ditentukan berdasarkan adanya hari Sabat di penghujung minggu. Dalam kitab Kejadian pasal 1 dan 2 kita menemukan petunjuk bahwa penentuan jangka waktu satu minggu ditandai oleh Sabat hari yang ketujuh.
Minggu, 7 September
HARI YANG DICIPTAKAN (Kristus, Pencipta Hari Sabat)
Minggu penciptaan. Allah bukan hanya menciptakan langit dan bumi beserta segala isinya, tetapi Ia juga menciptakan waktu. Lebih spesifik lagi, Allah juga menciptakan hari. "Allah melihat bahwa terang itu baik, lalu dipisahkan-Nyalah terang itu dari gelap. Dan Allah menamai terang itu siang, dan gelap itu malam. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari pertama" (Kej. 1:4-5; huruf miring ditambahkan). Kitab Kejadian juga dengan tegas menyebutkan bahwa sesudah Allah menyelesaikan penciptaan "langit dan bumi dan segala isinya" (Kej. 2:1), maka "berhentilah Ia pada hari ketujuh dari segala pekerjaan yang telah dibuat-Nya itu. Lalu Allah memberkati hari ketujuh itu dan menguduskannya, karena pada hari itulah Ia berhenti dari segala pekerjaan penciptaan yang telah dibuat-Nya itu" (ay. 2-3; huruf miring ditambahkan). Jadi, Sabat hari yang ketujuh diciptakan Allah untuk menandai selesainya minggu penciptaan, karena itu hari Sabat merupakan bagian integral dan tak terpisahkan dari minggu penciptaan tersebut.
Sekadar informasi tentang empat kitab Injil, tiga kitab pertama--Matius, Markus, Lukas--itu disebut "injil sinoptik" (sinoptik="melihat bersama"), artinya isi dari ketiganya ditulis dalam format yang sama, yakni bertutur tentang ajaran dan tindakan Yesus. Sedangkan injil Yohanes, yang diyakini sebagai kitab yang ditulis paling akhir dari keempat injil, memusatkan tulisannya pada siapa Yesus itu. Yohanes mengawali injilnya dengan pernyataan, "Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah. Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatu pun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan" (Yoh. 1:1-3; huruf miring ditambahkan).
"Baik Yohanes dan Paulus tidak meninggalkan keraguan mengenai peran Kristus dalam penciptaan. Allah Anak, Yesus Kristus, menciptakan segala sesuatu: 'Karena di dalam Dia telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di surga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan...Segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia' (Kol. 1:16-17). Melalui Kristus, Allah menciptakan alam semesta, termasuk sistem tata surya kita, bumi dan segala yang ada di dalamnya, yang hidup dan yang mati...Kristus, yang harus menjadi Penebus manusia, adalah juga Penciptanya. Di situlah, pada akhir dari minggu Penciptaan, Tuhan memberikan kepada kita satu hari perhentian" [alinea pertama: empat kalimat terakhir; alinea kedua: dua kalimat pertama].
Hari istirahat. Penciptaan Sabat hari ketujuh, seperti yang kita baca dari Alkitab, berkaitan dengan perhentian. Allah berhenti pada hari ketujuh setelah enam hari bekerja menciptakan, bukan karena Allah butuh istirahat, tetapi karena Allah dalam hikmat-Nya yang tak terduga itu melihat bahwa manusia yang baru diciptakan itu memerlukan istirahat. Itulah sebabnya Yesus menegaskan lagi, "Hari Sabat dibuat untuk manusia; bukan manusia untuk hari Sabat" (Mrk. 2:27, BIMK). Tentu saja Yesus sangat paham tentang maksud diadakannya hari Sabat sebagai hari istirahat bagi manusia, sebab Ia sendiri turut menciptakan hari Sabat itu di masa penciptaan.
"Allah yang sama yang telah menciptakan umat manusia dengan kebutuhan untuk beristirahat, juga menyediakan sarana untuk beristirahat: satu hari dalam pekan di mana manusia harus menyisihkan kesibukan dan beban-beban mingguan lalu beristirahat di dalam Dia, sang Pencipta. Sesudah menyelesaikan Penciptaan, Ia sendiri berhenti pada hari yang ketujuh, bukan karena kelelahan tetapi untuk memberkati dan menguduskan hari Sabat itu serta memberi kita teladan untuk diikuti" [alinea terakhir: dua kalimat pertama].
Perhatikan tiga hal yang Allah lakukan pada Sabat hari ketujuh dalam minggu penciptaan: "Lalu Allah memberkati hari ketujuh itu dan menguduskannya, karena pada hari itulah Ia berhenti dari segala pekerjaan penciptaan yang telah dibuat-Nya itu" (Kej. 2:3; huruf miring ditambahkan). Pada hari Sabat itu Allah berhenti, karena itu Ia memberkati dan menguduskannya. Di kemudian hari, melalui nabi-Nya yang lain, Allah berkata tentang umat Israel: "Hari-hari Sabat-Ku juga Kuberikan kepada mereka menjadi peringatan di antara Aku dan mereka, supaya mereka mengetahui bahwa Akulah Tuhan, yang menguduskan mereka" (Yeh. 20:12; huruf miring ditambahkan). Hari Sabat adalah "tanda" hubungan antara Allah dengan umat-Nya, dan melalui hari Sabat itu Allah menguduskan mereka. Qadash adalah kata kerja bahasa Ibrani untuk menguduskan, yang artinya "dipisahkan untuk maksud khusus."
Apa yang kita pelajari tentang hubungan Kristus dengan Sabat hari ketujuh?
1. Hari Sabat, khususnya Sabat hari yang ketujuh dalam pekan, bukan sekadar hari biasa yang menjadi bagian dari waktu sepekan. Sebagai bagian dari penciptaan, Sabat hari ketujuh merupakan "mahkota" dari penciptaan sebab hari itu menandai akhir dari minggu penciptaan. Allah berhenti pada hari itu, lalu memberkati dan menguduskannya.
2. Yesus Kristus telah terlibat dalam penciptaan hari Sabat dan turut berhenti pada hari ketujuh itu. Sewaktu hidup di dunia ini, "Firman" yang pada masa penciptaan sudah "bersama-sama dengan Allah dan adalah juga Allah" (Yoh. 1:1) itu pun menegaskan kembali maksud penciptaan hari Sabat sebagai hari perhentian.
3. Dalam rencana Allah, istirahat adalah bagian dari kehidupan manusia. Allah bukan saja menentukan satu hari untuk istirahat, tapi Ia juga menetapkan hari apa sebagai hari perhentian--yakni Sabat hari ketujuh, bukan hari Minggu. Sebab selain berhenti dari segala pekerjaan, Sabat adalah juga hari yang diberkati dan dikuduskan-Nya.
Senin, 8 September
OTORITAS ATAS HARI SABAT (Kristus, Tuhan atas Hari Sabat)
Alasan untuk berhenti. Dalam Injil, Yesus Kristus sering berhadapan dengan kaum Farisi dan ahli Taurat dalam soal pemeliharaan Sabat hari ketujuh dalam pekan. Misalnya ketika kaum Farisi mencela murid-murid Yesus yang kedapatan pada hari Sabat telah memetik bulir-bulir gandum untuk memakannya karena lapar, sembari berjalan melewati ladang-ladang gandum. Di mata para pemuka agama Yahudi itu, memetik bulir-bulir gandum untuk sekadar cemilan penahan lapar adalah perbuatan melanggar hukum hari Sabat sebab disamakan dengan "memanen" gandum. "Lihatlah, murid-murid-Mu berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat," kata mereka (Mat. 12:2). Terhadap tudingan yang tidak masuk akal itulah Yesus menyatakan, "Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat, jadi Anak Manusia adalah juga Tuhan atas hari Sabat" (Mrk. 2:27-28; ayat hafalan).
Apa artinya hari Sabat "diadakan" untuk manusia? Kata Grika yang diterjemahkan dengan diadakan pada ayat di atas adalah ginomai, sebuah kata kerja yang juga berarti menjadi, dijadikan, atau terjadi (Strong, G1096). Alkitab versi Bahasa Indonesia Masa Kini menerjemahkan frase ini: "Hari Sabat dibuat untuk manusia; bukan manusia untuk hari Sabat..." (BIMK; huruf miring ditambahkan). Kalau hari Sabat itu diadakan, dibuat, atau dijadikan untuk manusia, itu berarti bahwa hari Sabat diciptakan demi kepentingan manusia. Fakta kronologisnya, dalam minggu penciptaan itu manusia lebih dulu diciptakan oleh Allah (pada hari keenam, atau hari Jumat dalam kalender kita) baru kemudian hari Sabat diadakan (pada hari ketujuh, atau hari Sabtu dalam kalender kita).
Dalam lima hari pertama Allah lebih dulu menciptakan langit dan bumi serta segala isinya sebagai habitat atau lingkungan hidup manusia, setelah itu semua siap baru manusia diciptakan, dan kemudian Sabat sebagai hari perhentian itu dijadikan. Menarik untuk dicermati bahwa hari Sabat itu diadakan hanya sehari setelah Adam dan Hawa diciptakan, jadi mereka belum bekerja selama enam hari penuh sehingga perlu berhenti untuk beristirahat dari "melakukan segala pekerjaan" seperti apa yang dimaksud oleh Hukum Keempat (Kel. 20:9-10). Sebenarnya, beristirahat bukanlah alasan utama untuk berhenti pada hari Sabat. Manusia wajib berhenti pada Sabat hari ketujuh, "sebab enam hari lamanya Tuhan menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya Tuhan memberkati hari Sabat dan menguduskannya" (ay. 11; huruf miring ditambahkan). Kita berhenti pada hari Sabat untuk merayakan penciptaan, dan kita berhenti dari pekerjaan kita karena Allah juga berhenti dari pekerjaan penciptaan pada hari Sabat!
Otoritas dan prioritas. Terhadap kritikan kaum Farisi atas tindakan murid-murid (bukan Yesus!) yang memetik dan memakan bulir-bulir gandum pada hari Sabat, Yesus mengingatkan mereka tentang peristiwa ketika imam Ahimelekh di kota Nob mengambil roti sajian dari Bait Suci untuk diberikan kepada Daud dan pasukannya yang sedang kelaparan (1Sam. 21:1-6), roti yang menurut Hukum Musa hanya boleh dimakan oleh para imam sebagai "bagian maha kudus" (Im. 24:9). Ahimelekh (namanya berarti "Saudaraku adalah Raja") adalah cicit dari imam Eli, dan pada waktu itu menjabat sebagai imam besar dibantu oleh anaknya, Abyatar (disebut sebagai imam besar dalam injil Markus), yang memang sedang magang untuk menggantikan posisi sang ayah, satu-satunya imam yang luput dari pembantaian raja Saul yang marah atas perbuatan mereka menolong Daud (baca 1Sam. 22:20).
Sebagai sebuah peristiwa, kisah Daud beserta para pengikutnya yang memakan roti kudus dan dijadikan sebagai contoh pembanding oleh Yesus (Mat. 12:3-4), dan juga kesalahan para imam di dalam Bait Suci (ay. 5), sebenarnya tidak sama dengan "pelanggaran" murid-murid seperti yang dituduhkan oleh orang-orang Farisi itu. Tetapi dari segi kekudusan, apa yang dilakukan oleh Daud maupun para imam itu adalah pelanggaran terhadap hukum Musa. Namun di sini Yesus sedang berbicara tentang skala prioritas, bahwa dalam keadaan-keadaan tertentu kesejahteran dan keselamatan manusia harus lebih diutamakan ketimbang ketaatan secara kaku pada hukum, sepanjang hal itu tidak dipermasalahkan oleh Pemberi hukum itu. "Aku berkata kepadamu: Di sini ada yang melebihi Bait Allah...Karena Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat" (ay. 6, 8).
"Di sini Yesus menegaskan kembali asal mula hari Sabat di Eden, dan mengubah prioritas-prioritas orang Farisi yang salah mengenai manusia dan Sabat: hari Sabat diadakan untuk keuntungan manusia dan berlanjut sebagai karunia pemberian Allah demi pelayanan umat manusia, gantinya umat manusia demi pelayanan hari Sabat. Dan (2), dengan mengatakan: 'Anak Manusia adalah juga Tuhan atas hari Sabat' (Mrk. 2:28), Kristus meneguhkan status-Nya sebagai Pencipta dan Pembuat hukum hari Sabat. Karena itu, Ia sendiri memiliki otoritas untuk membebaskan hari Sabat dari hukum-hukum buatan manusia" [alinea terakhir: tiga kalimat terakhir].
Apa yang kita pelajari tentang Kristus sebagai Tuhan atas hari Sabat?
1. Alkitab sudah mengatakan, dan hukum keempat dari Sepuluh Perintah pun menegaskan, bahwa manusia wajib berhenti pada hari Sabat setiap pekan karena Allah sendiri sudah berhenti pada Sabat hari yang ketujuh, dan dengan demikian kita mengenang penciptaan. Jangan kelewat kreatif dengan menambah alasan-alasan lain meski "masuk akal."
2. Golongan Farisi di zaman Yesus adalah orang-orang yang kreativitasnya terlalu berlebihan sehingga mereka membuat hari Sabat yang seharusnya adalah karunia Allah yang menguntungkan bagi manusia menjadi beban yang memberatkan. Sesungguhnya, hari Sabat adalah "hari kenikmatan" dan hari kudus Allah adalah "hari yang mulia" (Yes. 58:13).
3. Dengan menyodorkan alasan-alasan kemanusiaan sebagai dasar pertimbangan pemeliharaan hari Sabat, Yesus tidak menjadikan "keadaan darurat" murid-murid-Nya yang kelaparan sebagai pembenaran untuk pelanggaran kekudusan hari Sabat. Ini juga bukan alasan yang sah untuk makan siang di restoran sehabis kebaktian Sabat seperti dibiasakan sebagian orang.
Selasa, 9 September
SABAT SEBAGAI HARI PERHENTIAN (Keteladanan Yesus)
Kebiasaan Yesus. Berdasarkan pada pernyataan Yesus dalam Matius 5:17, sebagian orang Kristen percaya dan mengajarkan bahwa umat Kristen tidak perlu lagi memelihara Sabat hari ketujuh karena semua perintah dari hukum Allah itu sudah "digenapkan" oleh Yesus. Menurut mereka, unsur berhenti dari hukum keempat itu sudah digenapi oleh Yesus Kristus sendiri. Dengan mengutip perkataan "Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat" (Mat. 12:8), dan bahwa dengan beriman kepada Yesus Kristus maka kita "masuk ke dalam perhentian-Nya" (Ibrani 3 dan 4), maka berhenti pada Sabat hari ketujuh tidak diperlukan lagi. Tetapi, tentu saja, doktrin seperti ini tidak didasarkan pada pemahaman yang benar atas maksud ayat-ayat tersebut, bahkan terkesan sebagai dalih yang mengada-ada.
Alkitab dengan jelas mengatakan bahwa Yesus, "menurut kebiasaan-Nya pada hari Sabat Ia masuk ke rumah ibadat" (Luk. 4:16). Beribadah pada hari Sabat adalah perintah Allah dalam Sepuluh Perintah yang ditaati oleh bangsa Israel sejak hukum itu diturunkan kepada mereka melalui Musa di gunung Sinai, dan perintah pemeliharaan hari Sabat itu terus ditaati hingga sekarang. Selama hidup di dunia ini Yesus memelihara Sabat hari ketujuh bukan saja karena dalam penjelmaan-Nya menjadi manusia biasa Ia telah dilahirkan sebagai seorang Yahudi, tapi juga karena Ia tahu bahwa perintah tentang pemeliharaan hari Sabat itu abadi dan universil. Yesus tidak pernah membatalkan hukum Allah, termasuk hukum hari Sabat, gantinya Ia memberi contoh dengan membiasakan diri memelihara hukum itu.
"Fakta bahwa Yesus Kristus selama pelayanan-Nya di dunia memelihara Sabat hari ketujuh, bersama-sama dengan orang Yahudi, membuktikan bahwa siklus pekan belum hilang sejak pemberian hukum itu di Sinai, atau bahkan sejak penciptaan. Keteladanan-Nya sebagai pemelihara hari Sabat adalah contoh bagi umat Kristen untuk diikuti, baik dalam hal waktu maupun cara pemeliharaannya" [alinea pertama: dua kalimat terakhir].
Berhenti dalam Yesus. Pada kesempatan berhari Sabat di kampung halaman-Nya di Nazaret itu, Yesus didaulat untuk membaca Kitabsuci (bagi orang Yahudi adalah Alkitab Perjanjian Lama). Pembacaan Kitabsuci merupakan bagian dari liturgi ibadah hari Sabat di sinagog, dan biasanya itu dilakukan oleh pengurus teras sinagog setempat atau tamu yang dihormati. Sebagai warga setempat yang sudah menjadi tenar di seluruh negeri, wajar jika jemaat memberi kesempatan itu kepada Yesus yang baru pertama kali pulang kampung. Kepada Yesus diberikan duplikat dari gulungan kitab nabi Yesaya, dan Ia memilih bagian belakang yang dalam Kitabsuci kita sekarang adalah pasal 61 ayat 1 dan 2. Sesudah itu Yesus berkata, "Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya" (Luk. 4:21), dan jemaat pun "membenarkan Dia" sembari terheran-heran (ay. 22).
Yesus memilih bagian dari tulisan nabi Yesaya yang menubuatkan tentang Mesias (artinya "yang diurapi") untuk menjadi "Pembebas" yang diutus Allah, bukan bagi orang Yahudi saja tapi juga semua manusia sepanjang zaman, karena waktunya sudah genap "untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang" (ay. 19; huruf miring ditambahkan). Kata Grika untuk rahmat dalam ayat ini adalah dektos, kata sifat yang artinya diterima atau diperkenan, sebuah kata yang padanannya dalam bahasa Ibrani adalah yobel. "Tahun rahmat" dalam injil Lukas ini sama dengan "tahun Yobel" dalam PL, yaitu "tahun pembebasan" pada akhir setiap jangka waktu tujuh tahun (baca Imamat 25 dan 27).
"Itu adalah tahun ketujuh, atau Yobel, yakni tahun atau waktu perhentian. Cocok sekali, Yesus memilih hari perhentian, hari Sabat, untuk mengumumkan pelayanan-Nya dalam hal penebusan, pembebasan, dan penyembuhan. Sesungguhnya, kita menemukan perhentian dalam Yesus, suatu perhentian yang diungkapkan dalam cara yang nyata pada setiap hari Sabat" [alinea terakhir: tiga kalimat terakhir].
Apa yang kita pelajari tentang keteladanan Yesus dalam hal perhentian hari Sabat?
1. Selama hidup-Nya di atas dunia ini Yesus membiasakan diri untuk beribadah di sinagog, menurut kebiasaan sebagai orang Yahudi. Kalau Yesus sendiri yang adalah "Tuhan atas hari Sabat" berhenti dan beribadah pada Sabat hari ketujuh dalam pekan, apakah kita yang mengaku sebagai pengikut-Nya tidak akan mengikuti teladan ini?
2. Ketika Yesus diminta membaca Kitabsuci, Ia memilih bagian tulisan nabi Yesaya yang bernubuat perihal Mesias dan tahun pembebasan. Kedatangan-Nya yang pertama menandakan tibanya "tahun Yobel" bagi seluruh umat manusia, yaitu pembebasan dari hukuman dosa melalui kematian penebusan-Nya.
3. Dengan menerima Yesus Kristus sebagai Juruselamat, kita juga menerima "perhentian" di dalam Yesus (Ibrani 3 dan 4). Dalam hal ini adalah perhentian abadi dalam kerajaan Surga dan di dunia baru, tapi bukan berarti dengan demikian Yesus membatalkan Sabat hari ketujuh dalam pekan sebagai hari perhentian.
Rabu, 10 September
SABAT SEBAGAI HARI PENYEMBUHAN (Mujizat Pada Hari Sabat)
Hari Sabat dan penyembuhan. Alkitab mencatat bahwa Yesus kerap mengadakan mujizat penyembuhan pada hari Sabat, dan hal itu telah memprovokasi golongan Farisi dan para pemuka agama lainnya untuk mencela Yesus. Begitu seringnya peristiwa itu terjadi sehingga seakan menimbulkan kesan bahwa Yesus sengaja menyembuhkan orang sakit pada hari Sabat untuk memancing perhatian orang banyak terhadap hubungan antara hari Sabat dan penyembuhan, sesuatu yang mungkin saja Dia ingin kemukakan. Benarkah?
Dalam beberapa kejadian, Yesus memang telah mengedepankan beberapa pemikiran untuk membuka wawasan kaum Farisi perihal manfaat hari Sabat bagi manusia. Ketika pada suatu hari Sabat orang-orang Farisi melihat gelagat Yesus hendak menyembuhkan seorang yang menderita kelumpuhan sebelah tangannya di halaman tempat ibadah, mereka berusaha untuk mencegah dengan pura-pura bertanya apakah pantas menyembuhkan orang sakit pada hari Sabat. Tapi Yesus mengingatkan mereka tentang menyelamatkan domba yang jatuh ke lobang pada hari Sabat, sambil berkata, "Bukankah manusia jauh lebih berharga dari pada domba? Karena itu boleh berbuat baik pada hari Sabat" (Mat. 12:12; huruf miring ditambahkan). Pada peristiwa lain, Yesus berkata bahwa seorang perempuan yang dirasuk Setan selama 18 tahun sangat patut untuk "dibebaskan" dari penguasaan iblis, pada hari Sabat (Luk. 13:16).
"Yesus berusaha menekankan satu hal: Menyembuhkan pada hari Sabat tidak melanggar hukum. Sebaliknya, hal itu lebih sah ketimbang apa yang banyak orang Farisi dan para pemuka agama biasa lakukan pada hari Sabat...Bukankah nyawa seseorang lebih berharga daripada nyawa seekor binatang? Sayangnya, para pengeritik Kristus memperlihatkan lebih banyak pengasihan terhadap ternak mereka sendiri daripada manusia yang sedang menderita. Mereka membolehkan untuk beri minum seekor hewan, tetapi tidak untuk memulihkan seseorang" [alinea pertama: dua kalimat terakhir; alinea kedua: tiga kalimat terakhir].
Allah tidak pernah berhenti bekerja. Pada suatu kejadian lain, juga pada hari Sabat, Yesus telah menyembuhkan seseorang yang sudah menderita lumpuh selama 38 tahun. Yesus yang merasa iba terhadap pria itu, yang setiap hari menunggu keajaiban di tepi kolam Betesda tanpa pernah berhasil menjadi orang pertama terjun ke kolam itu saat airnya berguncang, lalu menawarkan kesembuhan. "Maukah engkau sembuh?" tanya Yesus kepadanya. "Bangunlah, angkatlah tilammu dan berjalanlah" (Yoh. 5:6, 8). Seketika itu juga dia sembuh, dan saking gembiranya dia lupa pada pesan Yesus untuk merahasiakan kesembuhannya. Bukan penyembuhannya yang dipermasalahkan orang Farisi, tapi aktivitasnya yang memanggul tikar pada hari Sabat. "Orang yang telah menyembuhkan aku, dia yang mengatakan kepadaku: Angkatlah tilammu dan berjalanlah," katanya membela diri (ay. 11).
Dalam kepolosannya, saat bersua dengan Yesus di dalam Bait Suci, orang lumpuh yang baru sembuh itu langsung memberitahukannya kepada para pemimpin agama yang tadi menegurnya. Kali ini Yesus mengemukakan alasan yang lain kepada mereka yang hendak menganiaya diri-Nya, "Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Aku pun bekerja juga" (ay. 17). Pernyataan ini justru semakin membuat mereka berniat membunuh Dia, karena selain melanggar hari Sabat juga karena mengakui Allah sebagai Bapa dan dengan demikian "menyamakan diri-Nya dengan Allah" (ay. 18). Allah berhenti mencipta pada hari ketujuh minggu penciptaan, tetapi Allah tidak pernah berhenti bekerja pada Sabat hari ketujuh. Sama seperti Allah Bapa, Yesus pun tidak pernah berhenti bekerja melayani manusia dengan perbuatan-perbuatan kebajikan-Nya.
"Yesus mengajarkan bahwa kita seharusnya tidak menjadi legalistik ketika memelihara hari Sabat. Memeliharanya berarti 'beristirahat' dari segala pekerjaan kita sendiri (Ibr. 4:10), dan lebih penting lagi berhenti untuk mencoba mengerjakan cara kita sendiri kepada keselamatan--yang sama sekali mustahil. Setan ingin meyakinkan kita untuk memelihara hari Sabat secara egoistis. Kalau dia tidak dapat memaksa kita menentang hari Sabat, dia akan berusaha mendorong kita ke ekstrem yang lain: Legalisme" [alinea terakhir].
Apa yang kita pelajari tentang hari Sabat dan mujizat penyembuhan oleh Yesus?
1. Perhentian hari Sabat tidak berarti kesempatan untuk tidur dan bermalas-malasan, melainkan itulah hari yang paling baik untuk berbuat kebajikan. Berhenti dari kesibukan pekerjaan sehari-hari untuk kepentingan diri sendiri, tapi sibuk "berbuat baik" demi kepentingan sesama manusia dalam cara apa saja yang dapat kita lakukan.
2. Yesus sering mengadakan mujizat penyembuhan pada hari Sabat karena Dia berkuasa melakukan itu. Anda dan saya mungkin tidak mampu memberi kesembuhan dan tidak mendapat karunia untuk menyembuhkan, tetapi dengan berdoa memohon Yesus melakukannya bagi seseorang kita telah turut mengambil bagian dari penyembuhan itu.
3. Allah Bapa dan Yesus Kristus tidak pernah berhenti bekerja bahkan pada hari Sabat sekalipun, namun pekerjaan yang mereka lakukan itu adalah demi kepentingan dan kebaikan umat manusia. Dalam cara-cara tertentu kita pun dapat membalas kebaikan Tuhan dengan mengerjakan sesuatu bagi kemuliaan-Nya pada hari Sabat.
Kamis, 11 September
KELESTARIAN HUKUM SABAT (Sabat Sesudah Kebangkitan)
Kekudusan dipertahankan. Nubuatan tentang kejatuhan dan kehancuran kota Yerusalem purba telah diamarkan oleh Yesus sendiri ketika Ia mengingatkan bahwa bilamana "Pembinasa keji berdiri di tempat kudus, menurut firman yang disampaikan oleh nabi Daniel" (Mat. 24:15), maka penduduk harus segera meninggalkan kota dan lari ke wilayah pegunungan untuk menyelamatkan diri (ay. 16-18). Yesus mengutip nubuatan yang terdapat dalam kitab nabi Daniel (9:26), yang kegenapannya terjadi pada tahun 70 TM ketika pasukan pimpinan jenderal Titus (belakangan diangkat menjadi kaisar menggantikan Nero yang bunuh diri tahun 68 TM), dibantu oleh wakilnya Tiberius Julius Alexander (mantan gubernur Yudea, 46-48 TM), mengepung dan kemudian membinasakan kota Yerusalem beserta Bait Suci dan mezbahnya. Banyak orang yang berhasil selamat karena melarikan diri sewaktu pasukan Romawi itu sempat melonggarkan pengepungan, tetapi lebih banyak lagi yang terbunuh karena tetap bertahan di dalam kota. Menurut sejarahwan Yosepus, tak kurang dari 1,1 juta orang tewas dan 97.000 lainnya ditawan kemudian dijadikan budak.
Dalam amaran-Nya kepada masyarakat Yahudi waktu itu Yesus mengatakan, "Berdoalah, supaya waktu kamu melarikan diri itu jangan jatuh pada musim dingin dan jangan pada hari Sabat" (Mat. 24:20). Menghindari pengungsian pada musim dingin karena hal itu sangat memberatkan dan membahayakan, tetapi menghindari pengungsian pada hari Sabat ialah agar kekudusan hari Sabat tetap terpelihara. Berdasarkan catatan sejarah, pengepungan dan penyerangan itu dimulai dalam bulan April bertepatan dengan perayaan Paskah.
"Perkataan Kristus dalam Matius 24:20 menunjukkan kepada kita bahwa dalam tahun 70 Tarikh Masehi, sekitar empat puluh tahun sesudah kematian-Nya, hari Sabat harus tetap dianggap sama kudusnya seperti sebelumnya. Kegaduhan, kegemparan, ketakutan, dan perjalanan yang perlu untuk mengungsi dari Yerusalem tidak pantas terjadi pada hari Sabat" [alinea kedua].
Hari Sabat tidak berubah. Setelah kenaikan Yesus kembali ke surga pemeliharaan Sabat hari ketujuh terus dijalankan oleh murid-murid dan para rasul sebagaimana tercatat dalam tulisan dokter Lukas lainnya, yaitu kitab Kisah Para Rasul. Di antaranya, Paulus dan Barnabas ketika berada di kota Antiokhia di wilayah Pisidia (Kis. 13:14, 42), selain itu juga di Ikonium (14:1). Sewaktu mengadakan perjalanan bersama Silas, Paulus juga meneruskan kebiasaan beribadah pada hari Sabat di kota Tesalonika (17:1-2), begitu juga ketika melakukan perjalanan sendirian dan tiba di kota Korintus di mana "setiap hari Sabat Paulus berbicara dalam rumah ibadat dan berusaha meyakinkan orang-orang Yahudi dan orang-orang Yunani" (18:4).
"Bagi para murid itu pergi ke sinagog sama seperti masuk gereja bagi kita sekarang ini: salah satu cara terbaik untuk memelihara Sabat. Utamanya hal ini nyata bagi rasul Paulus yang hadir dalam ibadah di sinagog pada hari Sabat ketika tidak ada gereja Kristen. Meskipun dia adalah rasul bagi bangsa-bangsa kafir dan kampiun dalam soal pembenaran oleh iman, dia terbiasa pergi ke sinagog pada hari Sabat, bukan saja untuk berkhotbah kepada orang-orang Yahudi tapi juga untuk memelihara kesucian hari Sabat...Ayat-ayat ini memberi bukti yang kuat bahwa gereja mula-mula tidak mengetahui apa-apa tentang hari pertama dalam pekan sebagai pengganti hari ketujuh" [alinea ketiga; alinea keempat: kalimat terakhir].
Pena inspirasi menulis: "Manakala bintang-bintang pagi berdendang bersama, dan semua anak-anak Allah bersorak karena sukacita, hari Sabat telah dipisahkan sebagai tanda peringatan Allah. Allah menguduskan dan memberkati hari itu di mana Ia sudah berhenti dari segala pekerjaan-Nya yang ajaib. Dan hari Sabat ini, yang dikuduskan Allah, harus dipelihara sebagai perjanjian abadi. Itu adalah suatu peringatan yang harus tegak berdiri dari zaman ke zaman, sampai pada penutupan sejarah dunia" (Ellen G. White, Review and Herald, 30 Agustus 1898).
Apa yang kita pelajari tentang pemeliharaan hari Sabat sesudah kebangkitan Kristus?
1. Pesan dan harapan Yesus supaya penduduk Yerusalem tidak terpaksa mengungsi pada hari Sabat atau musim dingin, bila nubuatan tentang penghancuran kota itu terjadi sesuai nubuatan dalam kitab Daniel, membuktikan kepedulian-Nya terhadap nasib bangsa itu dan juga keprihatinan-Nya akan pentingnya memelihara kekudusan hari Sabat.
2. Pemeliharaan Sabat hari ketujuh sebagai hari perhentian tidak berakhir dengan penyaliban Yesus atau kenaikan-Nya ke surga, sebaliknya pemeliharaan hari Sabat menjadi warisan pengajaran dan keteladanan Kristus. Dari masa ke masa orang-orang Kristen sudah menunjukkan kesetiaan itu, sampai hukum Sabat diubah oleh manusia secara tidak sah.
3. Hukum tentang hari Sabat dari Sepuluh Perintah tidak pernah dibatalkan ataupun diubah, sama dengan hukum-hukum lainnya seperti larangan membunuh, mencuri, berdusta, dan lain-lain yang tidak pernah diubah atau dibatalkan. Sebagaimana Sepuluh Perintah itu abadi, demikianlah hukum Sabat itu juga abadi.
Jumat, 12 September
PENUTUP
Tanda peringatan. Pernyataan Yesus bahwa Dia ["Anak Manusia"] adalah Tuhan atas hari Sabat (Mat. 12:8) merupakan sebuah manifesto keilahian sebagai Pemberi hukum, dan keteladanan-Nya dalam pemeliharaan hari Sabat semasa hidup di dunia ini menunjukkan kesungguhan-Nya terhadap pelaksanaan hukum itu oleh manusia. Sebagai Oknum ilahi Yesus tidak terikat pada tuntutan dalam Sepuluh Perintah, bahkan Ia berada di atas hukum itu, namun dalam penjelmaan-Nya sebagai manusia biasa Yesus menunjukkan kepatuhan-Nya pada tuntutan hukum itu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada hukum pemeliharaan hari Sabat itulah kekuasaan ilahi dan ketaatan manusia bertemu.
"Karena ketika berbicara tentang Israel, Ia berkata, 'Hari-hari Sabat-Ku juga Kuberikan kepada mereka menjadi peringatan di antara Aku dan mereka, supaya mereka mengetahui bahwa Akulah Tuhan yang menjadikan mereka.' Yehezkiel 20:21. Maka hari Sabat adalah tanda kuasa Kristus untuk menjadikan kita suci. Dan itu diberikan kepada semua orang yang disucikan Kristus. Sebagai suatu tanda dari kuasa-Nya yang menyucikan, Sabat diberikan kepada semua orang yang melalui Kristus menjadi bagian dari Israel milik Allah" [empat kalimat terakhir].
Sebagai sebuah "tanda peringatan" hubungan antara Allah dan umat-Nya, hari Sabat menjadi seperti "bendera nasional" yang menyatakan ikatan kewarganegaraan umat Allah dengan Surga. Layaknya seorang warganegara yang cinta bangsa dan tanah air kita tentu akan selalu menjunjung tinggi bendera kebangsaan dan senantiasa membela kehormatannya. Sebagai orang Kristen, "kita adalah warga negara surga," tulis rasul Paulus (Flp. 3:20, BIMK), dan kita bangga untuk membela kehormatan hari Sabat.
"Berbahagialah orang yang melakukannya, dan anak manusia yang berpegang kepadanya: yang memelihara hari Sabat dan tidak menajiskannya, dan yang menahan diri dari setiap perbuatan jahat" (Yes. 56:2).
(Oleh Loddy Lintong/California, 10 September 2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar