Sabat Petang, 16 Agustus
PENDAHULUAN
Fondasi dan persatuan. Dalam konsep alkitabiah, gereja adalah perhimpunan suatu umat dan bukan bangunannya. Dalam suratnya kepada "gereja" di Roma rasul Paulus menulis, "Salam juga kepada jemaat di rumah mereka..." (Rm. 16:5). Terlepas dari bagaimana jemaat itu berkumpul dan berbakti, dalam sebuah bangunan khusus untuk ibadah ataupun di rumah tinggal biasa yang hanya sesekali berfungsi sebagai tempat ibadah, selama ada sekelompok umat percaya yang berbakti secara teratur maka perhimpunan itu disebut "gereja." Jadi, gereja bisa eksis selama ada jemaatnya meski tanpa sebuah bangunan, tetapi sebuah bangunan tanpa jemaat bukanlah sebuah gereja. Sementara kekuatan dari sebuah bangunan gereja terletak pada fondasinya, keampuhan dari sebuah jemaat terletak pada persatuan para anggotanya.
Sebagai sebuah bangunan, gereja terdiri atas campuran dari berbagai unsur material yang membuatnya tampak indah dan kokoh; sebagai sebuah jemaat, gereja terdiri atas campuran dari berbagai lapisan masyarakat yang membuatnya terlihat serasi dan kompak. Menariknya lagi, sebagaimana bahan-bahan bangunan gereja itu berasal dari unsur-unsur yang terdapat di alam sekitar, sebuah jemaat juga berasal dari unsur-unsur yang terdapat di tengah masyarakat.
"Menurut keempat Injil, istilah gereja dari bibir Yesus hanya muncul tiga kali (Mat. 16:18; 18:17). Namun demikian, ini bukan berarti bahwa Ia tidak berurusan dengan subyek tersebut. Malahan Ia mengajarkan konsep-konsep sangat penting yang berkaitan dengan gereja. Pelajaran kita pekan ini akan terpusat pada dua gagasan utama: fondasi dari gereja dan persatuan gereja" [alinea terakhir].
Dalam PB ada dua konsep tentang gereja, yakni Gereja secara universil yang disebut sebagai "tubuh Kristus" (1Kor. 12:13-14, 27), dan Gereja setempat atau yang lazim disebut "jemaat-jemaat" (Gal. 1:2). Jadi, "gereja" secara universil berarti umat percaya atau orang Kristen dari zaman ke zaman tanpa mengenal sekte, aliran, atau denominasi. Bahkan, dalam pengertian yang luas gereja termasuk "jemaah di padang gurun" pada zaman Musa (Kis. 7:38) maupun "rumah untuk Allah" (ay. 47) pada zaman Salomo.
Dalam PB, kata Grika yang diterjemahkan dengan "gereja" atau "jemaat" ada dua, yaitu koinōnia (="persekutuan"; Strong, G2842), dan ekklēsia (= "dipanggil keluar"; Strong, G1577). Jadi sebenarnya Gereja mengandung dua makna sekaligus dan keduanya merupakan dua sisi dari satu mata uang, integral dan tak terpisahkan antara satu sama lain: "dipanggil dari dunia sebagai sebuah persekutuan" kemudian "diutus ke dunia sebagai suatu kelompok pemberita injil." Gereja sejatinya adalah wadah di mana umat percaya dipersatukan dalam sebuah persekutuan, bukan untuk membentuk suatu perhimpunan yang eksklusif melainkan untuk diutus keluar sebagai pembawa terang Tuhan.
Minggu, 17 Agustus
BERDIRI DI ATAS BATU KARANG (Fondasi Gereja)
Yesus sebagai "Batu Karang." Semuanya bermula dari pengakuan Petrus, salah seorang murid terdekat. Setelah meminta informasi dari murid-murid-Nya tentang apa pendapat masyarakat mengenai diri-Nya, Yesus kemudian bertanya kepada mereka apa pendapat mereka sendiri tentang diri-Nya. Terhadap pertanyaan itu Petrus langsung menyatakan secara spontan: "Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!" (Mat. 16:16). Yesus menghargai ketegasan Petrus tersebut dengan sebuah pernyataan penting, "Dan Aku pun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya" (ay. 18).
Murid kesayangan Yesus itu memiliki nama asli Simon, dan "petrus" adalah nama julukannya yang dalam bahasa Yunani purba ialah "petros" yang artinya "batu," sedangkan "petra" adalah kata Yunani purba lainnya yang berarti "batu karang" dan dalam hal ini merujuk kepada Yesus Kristus. Sebuah teori mengatakan bahwa tatkala Yesus mengucapkan perkataan dalam Matius 16:18 tersebut di atas, jari Yesus mengunjuk kepada Petrus saat menyebutkan namanya itu, dan pada waktu menyebut "batu karang" Yesus menunjuk diri-Nya sendiri. Belakangan Petrus sendiri mengakui, dengan mengutip Yesaya 28:16, berkata: "'Sesungguhnya, Aku meletakkan di Sion sebuah batu yang terpilih, sebuah batu penjuru yang mahal, dan siapa yang percaya kepada-Nya, tidak akan dipermalukan.' Karena itu bagi kamu, yang percaya, ia mahal, tetapi bagi mereka yang tidak percaya: 'Batu yang telah dibuang oleh tukang-tukang bangunan, telah menjadi batu penjuru, juga telah menjadi batu sentuhan dan suatu batu sandungan'" (1Ptr. 2:6-7).
"Ada alasan-alasan kuat untuk menegaskan bahwa petra merujuk kepada Kristus. Konteks langsung dari pernyataan Yesus (Mat. 16:13-20) berpusat pada identitas dan missi Kristus, bukan identitas dan missi Petrus. Selain itu, sebelumnya Yesus sudah menggunakan gambaran tentang bangunan di atas batu karang yang secara jelas mengidentifikasikan batu karang itu sebagai Diri-Nya dan pengajaran-Nya (Mat. 7:24-25)" [alinea kedua].
Allah sebagai "Gunung Batu." Dalam Perjanjian Lama, Allah sering disebut sebagai "gunung batu" (versi TB) untuk melambangkan keperkasaan dan kekuatan benteng perlindungan. Ketika Daud bersyukur memuji Tuhan atas kelepasannya dari raja Saul yang hendak membunuhnya, pemazmur itu bersenandung: "Ya, Tuhan, bukit batuku, kubu pertahananku dan penyelamatku, Allahku, gunung batuku, tempat aku berlindung, perisaiku, tanduk keselamatanku, kota bentengku, tempat pelarianku, juruselamatku; Engkau menyelamatkan aku dari kekerasan" (2Sam. 22:2-3). Kata Ibrani yang diterjemahkan dengan "bukit batu" dan "gunung batu" dalam ayat ini adalah tsuwr, sebuah kata benda maskulin yang merujuk kepada Tuhan (Strong; H6697). Di seluruh PL kata ini digunakan sebanyak 78 kali dalam 74 ayat, termasuk ayat-ayat PL yang tertera pada pelajaran hari ini, 26 di antaranya dalam kitab Mazmur.
Meskipun Daud yang paling banyak menggunakan metafora "gunung batu" untuk menerangkan tentang keperkasaan Allah, tetapi Musa adalah orang pertama dalam Alkitab yang menggunakan kata kiasan ini ketika dia menyebut Allah sebagai "Gunung Batu Israel" (Kej. 49:24). Pemimpin besar Israel itu juga menggunakan kata kiasan yang sama ketika mengumandangkan sebuah lagu yang disebut Nyanyian Musa: "Berilah hormat kepada Allah kita, Gunung Batu, yang pekerjaan-Nya sempurna, karena segala jalan-Nya adil, Allah yang setia, dengan tiada kecurangan, adil dan benar Dia" (Ul. 32:3-4).
Dalam Perjanjian Baru, Yesus Kristus disebut "batu karang" (petra) untuk melambangkan diri-Nya sebagai "batu penjuru" atau "batu yang terutama" (BIMK) dalam arti selaku fondasi utama bagi Gereja yang dibangun-Nya (Kis. 4:11). Rasul Petrus menyebut-Nya sebagai "batu yang hidup" (1Ptr. 2:4) dan "batu yang terpilih, sebuah batu penjuru yang mahal" (ay. 6). "Oleh karena itu kita menyimpulkan bahwa gereja di zaman rasul-rasul secara bulat memahami bahwa Yesus Kristus sendiri adalah petra utama di atas mana gereja itu dibangun, dan semua nabi serta rasul, termasuk Petrus, merupakan lapis pertama dari batu-batu yang hidup dalam bangunan besar kerohanian gereja (Ef. 2:20)" [alinea terakhir: kalimat terakhir].
Apa yang kita pelajari tentang Kristus sebagai "fondasi gereja"?
1. Pada zaman purba batu karang atau gunung batu adalah tempat yang ideal sebagai benteng pertahanan. Berdasarkan tradisi ini maka para penulis Alkitab sering menggunakan "batu" sebagai lambang kekuatan dan keperkasaan, khususnya yang merujuk kepada Tuhan. Banyak masyarakat purba yang menyembah batu raksasa atau bukit batu sebagai personifikasi ilahi.
2. Dalam Perjanjian Lama, Allah sering dilambangkan dengan "gunung batu" untuk menunjukkan kehebatan kuasa-Nya sebagai tempat perlindungan yang aman bagi manusia. Dalam Perjanjian Baru, Yesus Kristus dilambangkan dengan "batu karang" untuk menerangkan keteguhan yang menjamin keamanan dan kelestarian Gereja.
3. Sebagaimana Allah adalah "gunung batu" yang melindungi manusia, dan sebagaimana Kristus adalah "batu karang" yang menopang umat percaya, maka Gereja pada zaman ini juga dapat berperan sebagai "benteng pertahanan" dan "fondasi" yang kokoh di mana iman kita terlindung dan keselamatan kita terpelihara di dalamnya.
Bahan diskusi ekstra kurikuler:
--> Selain Kristus, apa lagi yang diandalkan sebagai "fondasi" di jemaat anda? Reputasi gereja, jumlah keanggotaan, sumberdaya finansial, tingkat intelektualitas dari mayoritas anggota, nama besar seorang tokoh jemaat, atau kepiawaian pendeta jemaat?
Senin, 18 Agustus
KEPEDULIAN KRISTUS (Doa Kristus Bagi Persatuan)
Keprihatinan Yesus. Injil Yohanes pasal 17 memuat doa pengantaraan Yesus yang sering disebut sebagai Doa Agung Yesus. Meskipun dimulai dengan permohonan agar Allah memuliakan Dia, inti dari doa ini menyangkut kepentingan semua umat percaya sebagai milik Tuhan (ay. 9). Dalam doa itu Yesus dengan tegas mengatakan bahwa Dia bukan saja berdoa untuk murid-murid pada waktu itu "tetapi juga untuk orang-orang yang percaya kepada-Ku oleh pemberitaan mereka; supaya mereka semua menjadi satu..." (ay. 20-21; huruf miring ditambahkan). Jadi, pada dasarnya Yesus berdoa untuk semua orang Kristen, yang ada pada masa itu dan sepanjang zaman.
Tetapi intinya Yesus berdoa bagi persatuan mereka, bahkan "supaya mereka sempurna menjadi satu, agar dunia tahu bahwa Engkau yang telah mengutus Aku dan bahwa Engkau mengasihi mereka..." (ay. 23; huruf miring ditambahkan). Persatuan para pengikut Kristus berdampak pada persepsi dunia mengenai Gereja, yaitu bahwa persatuan jemaat memberi kesan yang kuat kepada dunia bahwa Allah memang mengutus Yesus untuk mengukuhkan sebuah Gereja di dunia ini, dan Allah juga mengasihi Gereja itu. Dengan kata lain, tidak adanya persatuan di dalam jemaat akan mengurangi legitimasi dari gereja itu, bahkan akan menimbulkan keraguan terhadap Yesus Kristus sendiri sebagai Pendiri gereja itu.
"Persatuan itu sangat penting bagi kehidupan gereja. Kita bisa mengukur pentingnya persatuan dengan fakta bahwa empat kali Kristus mengulangi kerinduan-Nya yang sangat agar para pengikut-Nya bisa menjadi satu (Yoh. 17:11, 21-23). Pada saat-saat terakhir yang istimewa itu, Tuhan dapat saja berdoa untuk banyak hal lain yang sangat berarti dan penting. Gantinya, Ia memusatkan doa-Nya pada kesatuan umat percaya. Ia tahu bahwa bahaya terbesar bagi gereja adalah roh persaingan dan perpecahan" [alinea kedua].
Bersaksi melalui persatuan. Tidak seorangpun menyangsikan pentingnya persatuan dan kekompakan dalam suatu perkumpulan maupun masyarakat. Kita semua mengenal pepatah yang mengatakan, "Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh." Tetapi ketika berbicara tentang gereja atau jemaat, arti dari persatuan itu bahkan jauh lebih penting lagi. Seperti disebutkan dalam ayat di atas, persatuan dalam gereja pada dasarnya merupakan kesaksian kepada dunia dan menopang klaim Yesus Kristus sebagai fondasi dari gereja.
Dalam suratnya kepada jemaat di Filipi, rasul Paulus menulis: "Hiduplah sehati dengan kasih yang sama, dengan pikiran yang sama dan tujuan yang sama. Janganlah melakukan sesuatu karena didorong kepentingan diri sendiri, atau untuk menyombongkan diri. Sebaliknya hendaklah kalian masing-masing dengan rendah hati menganggap orang lain lebih baik dari diri sendiri. Perhatikanlah kepentingan orang lain; jangan hanya kepentingan diri sendiri" (2:2-4, BIMK). Sang rasul mengetahui bahwa penyebab utama dari gagalnya persatuan dan kerukunan jemaat adalah egoisme, kesombongan, serta persaingan--dan gereja dari zaman ke zaman pun akan bergumul dengan sikap-sikap yang sama di kalangan anggota jemaat. Maka pada kesempatan lain dia menulis, "Dan berusahalah memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera: satu tubuh, dan satu Roh, sebagaimana kamu telah dipanggil kepada satu pengharapan yang terkandung dalam panggilanmu, satu Tuhan, satu iman, satu baptisan, satu Allah dan Bapa dari semua, Allah yang di atas semua dan oleh semua dan di dalam semua" (Ef. 4:3-6).
"Persatuan ini bukanlah tujuan. Itu adalah suatu kesaksian untuk mengilhami dunia agar percaya kepada Kristus sebagai Juruselamat yang diutus oleh Bapa. Kerukunan dan persatuan di antara orang-orang yang berbeda-beda wataknya adalah kesaksian paling kuat bahwa Allah sudah mengutus Putra-Nya untuk menyelamatkan orang berdosa. Hal itu merupakan bukti yang tak dapat dibantah tentang kuasa Kristus yang menyelamatkan dan mengubahkan. Dan kita memiliki kesempatan istimewa untuk membawa kesaksian ini" [alinea terakhir].
Apa yang kita pelajari tentang doa Yesus yang menunjukkan pentingnya persatuan di jemaat?
1. Persatuan gereja/jemaat sudah menjadi keprihatinan Yesus terutama dan juga rasul Paulus. Itulah sebabnya Yesus perlu mendoakan secara khusus agar gereja bersatu, dan Paulus mendorong supaya jemaat-jemaat mengedepankan semangat persatuan karena orang-orang Kristen merupakan satu tubuh di bawah Kristus, serta memiliki satu Roh dan satu Allah.
2. Kerukunan dan persatuan gereja/jemaat bukan sekadar demi kekuatan gereja atau jemaat itu sendiri, tetapi yang lebih penting lagi ialah kerukunan dan persatuan itu merupakan kesaksian bagi nama Kristus. Sebaliknya, pertikaian di dalam gereja/jemaat dapat menimbulkan delegitimasi (=merusak pengakuan) atas gereja/jemaat itu sendiri.
3. Setiap anggota jemaat memikul tanggungjawab yang sama bagi persatuan di jemaatnya, sebab tiadanya persatuan berarti mengingkari doa Yesus yang telah memohon kepada Bapa untuk persatuan gereja. Persatuan di dalam gereja/jemaat melambangkan persatuan Kristus dengan Allah, dan gereja dengan Kristus sendiri.
Bahan diskusi ekstra kurikuler:
--> Apa saja faktor-faktor penyebab rusaknya persatuan di jemaat anda? Adakan identifikasi dan inventarisasi, lalu bahas pemecahannya.
Selasa, 19 Agustus
PERSATUAN DAN KEBENARAN (Pembekalan Kristus Demi Persatuan)
Yesus sebagai faktor pemersatu. Dalam Yohanes 17:23 Yesus menekankan ikatan persatuan segitiga, antara Yesus dengan jemaat-Nya dan dengan Allah, serta antara jemaat dengan Kristus dan dengan Allah. "Aku di dalam mereka dan Engkau di dalam Aku supaya mereka sempurna menjadi satu, agar dunia tahu, bahwa Engkau yang telah mengutus Aku dan bahwa Engkau mengasihi mereka, sama seperti Engkau mengasihi Aku" (huruf miring ditambahkan). Kata-kata dalam doa Yesus ini juga menggarisbawahi dasar dari hubungan itu, yakni kasih. Persatuan Yesus dengan Bapa didasarkan pada kasih, dan persatuan Yesus dengan jemaat-Nya juga atas dasar kasih. Demikian pula, Yesus memproklamirkan bahwa persatuan jemaat dengan Diri-Nya itu membawa jemaat bersatu dengan Bapa-Nya, dan hubungan persatuan itupun berdasar pada kasih.
Seperti dalam pelajaran dua pekan lalu, eratnya persatuan antara jemaat dengan Kristus digambarkan dengan hubungan antara pokok anggur dengan cabang-cabang dan ranting-rantingnya. "Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa" (Yoh. 15:5). Inti dari persatuan antara pokok dan ranting pohon anggur adalah hubungan yang menghidupkan dan menghasilkan buah. Cabang dan ranting bisa tampak berdiri sendiri, tetapi semuanya tumbuh dan hidup karena terhubung kepada pokok. Jadi dalam hal ini Yesus Kristus merupakan faktor pemersatu bagi persatuan di antara para anggota gereja dan jemaat.
"Jika kita memiliki Yesus maka kita juga akan memiliki firman-Nya yang sesungguhnya adalah firman dari Bapa (Yoh. 14:24; 17:8, 14). Yesus adalah 'kebenaran' (Yoh. 14:6), dan Firman Bapa itu juga 'adalah kebenaran' (Yoh. 17:17). Persatuan di dalam Yesus berarti persatuan di dalam Firman Allah. Supaya mempunyai persatuan, kita perlu untuk sepakat atas isi kebenaran sebagaimana disajikan dalam Firman Allah. Usaha apapun untuk mencapai persatuan tanpa ketaatan pada batang tubuh dari keyakinan alkitabiah dipastikan akan gagal" [alinea kedua].
Kebenaran sebagai faktor pemersatu. Sebagaimana diutarakan pada bagian pendahuluan ulasan ini, konsep alkitabiah tentang Gereja mengandung dua makna: koinōnia (persekutuan) dan ekklēsia (dipanggil ke luar). Orang Kristen adalah mereka "yang telah dipanggil-Nya bukan hanya dari antara orang Yahudi, tetapi juga dari antara bangsa-bangsa lain" (Rm. 9:24), yaitu orang-orang "yang dibenarkan-Nya, ...juga dimuliakan-Nya" (Rm. 8:30) dan "yang dipanggil menjadi orang-orang kudus" (1Kor. 1:2). Jadi, orang Kristen ialah semua mereka yang telah dipanggil dari dunia ini untuk "menjadi milik Kristus...yang dipanggil dan dijadikan orang-orang kudus" (Rm. 1:6-7).
Dari bunyi ayat-ayat di atas dapat disimpulkan bahwa orang Kristen dipanggil dari dunia ini untuk dipersatukan di dalam "kebenaran Kristus" seperti yang dibela dan dipertahankan oleh Paulus (2Kor. 11:10). Gereja adalah perhimpunan orang-orang Kristen yang bersekutu dengan Kristus atas dasar kebenaran-Nya. Maka, selain dasar persatuan orang Kristen adalah Yesus selaku "fondasi gereja" dan "pokok anggur" di mana kita melekat bersama, dasar persatuan gereja juga adalah kebenaran Kristus. Dalam perkataan lain, kebenaran Kristus adalah faktor pemersatu gereja. Namun terkadang mempertahankan pendapat tentang "kebenaran" sebuah doktrin justru menjadi dasar dari sebuah perpecahan di dalam gereja.
"Ada masanya ketika doktrin saja dianggap sebagai unsur paling penting bagi persatuan. Untungnya, ketidakseimbangan ini secara bertahap telah diperbaiki. Akan tetapi sekarang ini kita menghadapi risiko menuju kepada ujung yang lain: berpikir bahwa untuk persatuan kasih itu lebih penting daripada kebenaran. Kita harus ingat bahwa kasih tanpa kebenaran adalah buta, dan kebenaran tanpa kasih adalah sia-sia. Pikiran dan hati harus bekerja bersama-sama" [alinea terakhir: lima kalimat terakhir].
Apa yang kita pelajari tentang faktor-faktor pemersatu dalam jemaat?
1. Persatuan di dalam gereja harus diilhami oleh persatuan antara Yesus Kristus dengan Bapa, dan melalui persatuan gereja dengan Kristus maka gereja pun dipersatukan dengan Bapa. Seperti kata Yohanes, "Dan persekutuan kami adalah persekutuan dengan Bapa dan dengan Anak-Nya, Yesus Kristus" (1Yoh. 1:3).
2. Bagi gereja, faktor pemersatu utama adalah Yesus Kristus dan kebenaran-Nya. Gereja adalah perhimpunan umat percaya yang dipanggil dari dunia ini ke dalam persekutuan dengan Kristus dan dengan Bapa berdasarkan kasih dan kebenaran-Nya. Tanpa kasih dan kebenaran Kristus tidak ada gereja atau persekutuan umat percaya.
3. Dalam doa-Nya (Yohanes 17) berkali-kali Yesus menyebutkan tentang firman Allah sebagai dasar kebenaran (ay. 6, 8, 14 dan 17). Tampaknya kebenaran dari firman Allah itu harus mendahului persatuan. Artinya, gereja mesti bersatu berdasarkan kebenaran firman Tuhan, tanpa kebenaran Allah persatuan dalam gereja tidak ada artinya.
Bahan diskusi ekstra kurikuler:
--> Apakah persatuan yang Yesus maksudkan dalam doa-Nya juga termasuk persatuan makro, yaitu antara denominasi-denominasi Kristen?
Rabu, 20 Agustus
SIKAP MEMBANDING-BANDINGKAN (Hambatan Besar Bagi Persatuan)
Menghakimi orang lain. Ketika anda menghakimi orang lain maka anda bukanlah menegaskan tentang siapa orang itu melainkan tentang siapa diri anda. Begitu juga, tatkala anda mengkritik atau memfitnah seseorang maka anda bukan membeberkan kekurangan dan kejelekan orang itu tetapi sebenarnya anda sedang mengumbar kekurangan dan keburukan diri anda sendiri. Yesus mengingatkan kita, "Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu" (Mat. 7:1-2).
Kata Grika untuk menghakimi dalam ayat ini adalah krinō, sebuah kata kerja yang juga mengandung arti memisahkan atau memilih (Strong; G2919), yang dalam hal ini berarti "membedakan" orang lain dari diri kita, atau "memilih" orang tertentu lalu membandingkannya dengan kita. Tetapi Yesus menegaskan bahwa kita semua sama dan akan diperlakukan sama di hadapan Allah. Menghakimi orang lain dengan cara membandingkan dan membedakannya dari kita menyangkut sikap serta cara berpikir yang salah terhadap mana Yesus mengamarkan kita semua agar menjauhinya.
"Jauh lebih mudah untuk melihat kesalahan-kesalahan pada orang lain daripada melihat kesalahan kita sendiri. Mengkritik memberikan rasa keunggulan yang palsu sebab kritikan membandingkan dirinya sendiri dengan orang lain yang tampaknya lebih buruk dari dia. Akan tetapi tujuan kita bukanlah membandingkan diri kita dengan orang lain tetapi dengan Yesus" [alinea pertama].
Apa dan siapa yang anda kritik? Ketika mendiang Edward Moore "Ted" Kennedy [1932-2009], senator dari Massachusetts dan adik mantan presiden John F. Kennedy dari AS, pada suatu hari diundang berbicara di depan sebuah perkumpulan profesional yang sering mengkritik dirinya, dia berkata, "Setidaknya, mereka yang mengkritik saya itu telah berbicara dengan jujur." Langsung saja pernyataannya ini disambut tepuk tangan riuh seluruh hadirin. Kita memang sering mendengar tentang kritikan konstruktif (kritik yang bersifat membangun), sesuatu yang perlu demi kebaikan pihak yang dicela. Mengkritik tidak sama dan sebangun dengan mempersalahkan, sebab dalam mengkritik ada unsur niat positif sedangkan dalam mempersalahkan seluruhnya bersifat negatif.
Alkitab juga memberi dorongan untuk "mengkritik" dengan maksud konstruktif (Mat. 18:15-16), bahkan Yesus sendiri pun kerap mencela para pemimpin (Mat. 23:27; Luk. 11:39, 42-47). Dalam banyak hal kritikan itu perlu untuk suatu perbaikan, maka baik-tidaknya sebuah kritikan terletak pada motif dan cara penyampaiannya sesuai dengan urgensi masalah yang menjadi sasaran kritik. Ketika kita mengkritik pastikanlah bahwa motif kita murni serta tulus, dan ketika persoalan yang hendak dikritisi itu penting atau mendesak terkadang kritikan itu perlu disampaikan secara tegas dan tajam. Rasul Paulus sendiri hanya ingin mengkritik orang-orang di dalam jemaat tetapi menyerahkan mereka yang berada di luar jemaat itu kepada Tuhan (1Kor. 5:12-13), dan dalam mengkritik saudara seiman rasul Yakobus mengingatkan kita: "Berkatalah dan berlakulah seperti orang-orang yang akan dihakimi oleh hukum yang memerdekakan orang. Sebab penghakiman yang tak berbelas kasihan akan berlaku atas orang yang tidak berbelas kasihan. Tetapi belas kasihan akan menang atas penghakiman" (Yak. 2:12-13).
"Yakobus membandingkan lidah dengan api kecil yang membakar hutan yang besar (Yak. 3:5-6). Kalau kita mendengar pergunjingan, seharusnya kita tidak menambahkan kayu ke dalam api, sebab 'bila kayu habis, padamlah api; bila pemfitnah tidak ada, redalah pertengkaran' (Ams. 26:20). Pergunjingan membutuhkan suatu rantai pemancar untuk dapat tetap hidup. Kita bisa menghentikannya hanya dengan menolak untuk mendengarkannya; atau, jika kita sudah mendengarnya, hindari untuk mengulangi" [alinea terakhir: empat kalimat pertama].
Apa yang kita pelajari tentang hambatan terbesar untuk persatuan di jemaat?
1. Selalu ada peluang untuk mengkritik orang lain, apalagi kalau anda memang tipikal orang yang sangat kritis. Sementara kritikan itu dapat mengandung sisi positif, penyusun buku pelajaran SS menyodorkan kepada kita tiga hal sebagai pertimbangan mengkritik: cara yang benar, bersifat mendidik, dan berlandaskan kasih.
2. Mengkritik tidak sama dengan menghakimi, dan jauh berbeda dengan memfitnah atau mencari-cari salah. Kitabsuci melarang kita untuk menghakimi orang lain sebab dalam menghakimi itu kita cenderung menjadikan diri sendiri sebagai patokan yang belum tentu benar, padahal kita sendiri pun akan dihakimi.
3. Sifat suka menghakimi orang lain merupakan hambatan terbesar bagi persatuan di dalam gereja/jemaat, sebab dengan menghakimi orang lain kita seakan hendak memaksakan agar orang lain menjadikan diri kita sebagai standar dalam hal pemikiran, perilaku, dan keyakinan. Yesus tidak menghakimi menurut ukuran manusia tetapi standar Allah (Yoh. 8:15-16).
Bahan diskusi ekstra kurikuler:
--> Apakah di jemaat anda terdapat orang-orang yang suka mengkritik? Bagaimana anda dapat meredam hal itu dengan pendekatan secara Kristiani terhadap mereka, berdasarkan pelajaran SS hari ini?
Kamis, 21 Agustus
MENCIPTAKAN KETENTERAMAN DI JEMAAT (Pemulihan Persatuan)
Pentingnya rekonsiliasi. Nasihat Yesus dalam Matius 5:23-24 sekan menyiratkan bahwa berdamai dengan orang yang bermusuhan dengan kita itu lebih penting daripada beribadah. Namun ini bukan berarti rekonsiliasi dengan sesama manusia lebih penting ketimbang rekonsiliasi dengan Tuhan, sebab konteksnya adalah soal "marah terhadap saudaranya" (ay. 22) sehingga orang yang anda marahi itu dapat menggugat dengan "menyerahkan engkau kepada hakim" (ay. 25). Sebab dalam hukum Musa, menuduh orang lain atau memarahi secara serampangan mengandung konsekuensi hukum.
Kata kafir dalam ayat 22 berasal dari bahasa Aram rhaka, suatu bentuk makian yang lazim digunakan di kalangan masyarakat Palestina pada zaman Yesus yang artinya otak kosong alias tolol; sebutan ini sebenarnya sama dengan kata Grika mōros yang dalam ayat ini diterjemahkan dengan jahil. Versi BIMK menafsirkan ayat ini: "Tetapi sekarang Aku berkata kepadamu, barangsiapa marah tanpa sebab kepada orang lain, akan diadili; dan barangsiapa memaki orang lain, akan diadili di hadapan Mahkamah Agama. Dan barangsiapa mengatakan kepada orang lain, 'Tolol,' patut dibuang ke dalam api neraka" (Mat. 5:22; huruf miring ditambahkan).
"Ada beberapa macam persembahan berbeda yang dibawa ke mezbah, tetapi Yesus kemungkinan sedang merujuk kepada hewan kurban supaya orang yang berdosa itu dapat menerima pengampunan ilahi. Akan tetapi, sebelum kita bisa memperoleh pengampunan Allah, kita harus membereskan persoalan dengan orang lain. Perdamaian menuntut suatu pengakuan yang rendah hati atas kesalahan-kesalahan kita. Tanpa sikap ini, bagaimana kita bisa memohon pengampunan Allah?" [alinea pertama].
Menegur dalam kasih. Gereja kita sangat mengenal tatacara yang diatur dalam Matius 18:15-18 tentang cara menegur seorang saudara seiman yang diketahui berbuat "dosa serius" yang berpotensi dikenakan disiplin atau pemecatan dari keanggotaan jemaat. Mula-mula kita harus menasihati dia secara empat mata, kalau dia tidak mengaku atau menolak nasihat itu ajaklah satu sampai tiga orang lain sebagai saksi, dan jika dia tetap bersikeras barulah dihadapkan kepada majelis kemudian ke hadapan jemaat. Terlepas dari apakah prosedur ini diterapkan atau tidak, cara menegur ini bertujuan untuk "mendapatkannya kembali" agar dia tetap berada di dalam kandang (ay. 15), sehingga dia tidak sampai dianggap sebagai "seorang yang tidak mengenal Allah atau seorang pemungut cukai" (ay. 17).
"Dengan roh kelemahlembutan dan kasih yang halus, kita harus melakukan segala usaha yang memungkinkan untuk menolong dia menyadari kesalahannya, memberi kesempatan dia bertobat dan meminta maaf. Adalah sangat penting agar tidak mempermalukannya dengan membeberkan kesalahannya kepada umum. Hal itu akan membuat pemulihannya jauh lebih sulit" [alinea kedua: tiga kalimat terakhir].
Pena inspirasi menulis: "Suatu usaha yang tekun untuk menyingkirkan salah pengertian akan menempatkan anda berdua dalam hubungan yang sedemikian rupa di antara satu sama lain dan dengan Allah sehingga Ia dapat memberkati anda. Tetapi anda tidak dapat menerima berkat-Nya selagi anda tidak bersedia melakukan apa yang dapat anda lakukan untuk membereskan persoalan-persoalan sebab untuk melakukan hal ini menuntut kerendahan dari hati anda yang sombong. Ah, betapa berbagai salah pengertian sepele yang timbul bisa dengan mudah dihapuskan! Dan hingga hal ini dilaksanakan, kita tidak siap untuk mengambil bagian dalam upacara-upacara Tuhan yang suci. Apakah anda bersedia melakukan bagian anda untuk membereskan perbedaan-perbedaan yang ada? Kalau ya, sangat besar kata-kata keji dan rasa getir yang akan terhindarkan. Saya diperintahkan untuk menyampaikan perkataan ini sebagai pekabaran dari Allah" (Ellen G. White, Pacific Union Recording, 1 Desember 1904).
Apa yang kita pelajari tentang bagaimana memulihkan persatuan di jemaat?
1. Gampang naik darah mungkin kedengarannya manusiawi, tetapi itu bukanlah watak orang Kristen sejati, apalagi disertai kata-kata kasar. Tidak salah untuk marah terhadap hal-hal yang tidak pantas, seperti ketika Yesus bertindak membersihkan halaman Bait Allah (Mat. 21:12-13), dan disebut "amarah yang patut" (righteous indignation).
2. Semangat rekonsiliasi (kembali rukun) penting demi ketenteraman di masyarakat, apalagi di jemaat. Sedangkan dalam dunia politik orang menyerukan rekonsiliasi--seperti suasana negeri kita pekan ini setelah berakhirnya tahapan Pilpres menyusul putusan MK. Terkadang kegaduhan di jemaat tak kalah riuhnya dengan hiruk-pikuk dunia politik.
3. Gereja/jemaat terdiri atas manusia yang berbeda-beda, maka dalam suasana dinamika sangat mungkin terjadi gesekan bahkan benturan antar pribadi yang bisa merongrong persatuan. Memulihkan kerukunan adalah kewajiban setiap anggota jemaat, untuk mencari pemecahannya berdasarkan kasih, kesabaran dan kerendahan hati.
Bahan diskusi ekstra kurikuler:
--> Apakah anda mengetahui adanya pihak-pihak dalam jemaat yang sedang dalam perselisihan? Apa yang dapat anda lakukan untuk merukunkan mereka, sebagai implementasi nyata dari pelajaran SS hari ini?
Jumat, 22 Agustus
PENUTUP
Persatuan dan berpikir positif. Ada pertalian nyata antara berpikir positif dengan persatuan. Tantangan terhadap usaha untuk membangun dan mempertahankan persatuan tentu dipengaruhi secara langsung oleh interaksi berbagai unsur alamiah manusia yang berbeda-beda seperti sikap, cara berpikir, watak, latar belakang, maupun ciri-ciri kepribadian lainnya dari individu-individu yang tergabung dalam suatu komunitas. Menyadari hal itu maka dapat dikatakan bahwa jika satu perkumpulan tampak kompak bersatu maka persatuan itu adalah prestasi yang patut dibanggakan.
Sebuah perhimpunan sekuler biasanya diadakan oleh orang-orang yang memiliki pelbagai kesamaan tertentu, termasuk kesamaan tujuan dan pandangan. Di panggung politik kita sering mendengar adanya pribadi-pribadi maupun kelompok-kelompok yang bergabung sebagai satu entitas karena merasa memiliki kesamaan platform (tempat berpijak) untuk mewujudkan tujuan perjuangan mereka. Namun, dunia politik juga mengenal adagium: "Dalam politik tidak ada teman atau musuh abadi, yang ada hanyalah kepentingan abadi." (Pepatah ini bersumber dari pernyataan Lord Palmerston [1784-1865], dua kali menjabat perdana menteri Inggris di bawah Ratu Victoria, yang aslinya berbunyi: Britain had no eternal allies, and no perpetual enemies, only interest that were eternal and perpetual; dimodifikasi oleh Dr. Henry Kissinger, menteri luar negeri AS di bawah Presiden Richard Nixon, menjadi America has no permanent friends or enemies, only interests).
Berbeda dari para politikus itu, kita sebagai gereja dan jemaat memiliki teman abadi (Yesus Kristus) serta musuh abadi (Setan) dan sekaligus juga kepentingan abadi (hidup kekal). Kalau orang-orang di dunia politik itu saja, yang hanya karena mempunyai "kepentingan abadi" bisa kompak bersatu--setidaknya untuk sementara waktu--apalagi kita sebagai gereja dan jemaat yang memiliki sahabat abadi dan kepentingan abadi. Sebenarnya, orang Kristen tidak memiliki musuh abadi sebab Setan itu sendiri tidak abadi. Namun, Setan bisa menjadi musuh abadi kalau kita tidak berhasil membangun persatuan yang langgeng sehingga dia menang.
"Persatuan adalah kekuatan; perpecahan adalah kelemahan. Ketika orang-orang yang mempercayai kebenaran masa kini bersatu, mereka mengerahkan suatu pengaruh yang jitu. Setan sangat mengerti hal ini. Tidak pernah dia lebih bertekad seperti sekarang ini untuk membuat kebenaran Allah tidak berpengaruh oleh menyebabkan kepahitan dan perselisihan di antara umat Tuhan" [alinea pertama].
"Hendaklah damai sejahtera Kristus memerintah dalam hatimu, karena untuk itulah kamu telah dipanggil menjadi satu tubuh. Dan bersyukurlah" (Kol. 3:15).
(Oleh Loddy Lintong/California, 21 Agustus 2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar