Sabat Petang, 23 Agustus
PENDAHULUAN
Mendelegasikan misi. Yesus Kristus telah datang ke dunia ini membawa missi dari Bapa surgawi, dan setelah tiba waktunya Ia pun merekrut murid-murid pertama untuk menindaklanjuti misi tersebut. "Sama seperti Bapa mengutus Aku," kata-Nya kepada mereka, "demikian juga sekarang Aku mengutus kamu" (Yoh. 20:21). Ini bukan berarti bahwa misi yang diemban-Nya terlalu berat dan besar untuk bisa dilaksanakan sendiri, melainkan karena Yesus percaya pada konsep pendelegasian.
Jauh sebelum para ahli manajemen menemukan konsep dan prinsip pendelegasian tugas, Alkitab telah mencatat pentingnya hal tersebut demi efisiensi dan efektivitas dalam pelaksanaan tugas (Kel. 18:13-26). Akan tetapi, berbeda dari sifat rutinitas yang dipercayakan Musa kepada jajaran pemimpin umat Israel semasa berada di padang gurun, pendelegasian tugas yang Kristus percayakan kepada murid-murid pertama itu berkaitan dengan misi. Dalam suatu pendelegasian tugas selalu melibatkan hak dan wewenang, maka ketika Yesus memanggil kedua belas murid itu Ia juga "memberi kuasa kepada mereka untuk mengusir roh-roh jahat dan untuk melenyapkan segala penyakit dan segala kelemahan" (Mat. 10:1).
Seringkali bila berbicara tentang tugas sebagai murid Yesus kita akan langsung merujuk kepada perintah Yesus, "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di surga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu..." (Mat. 28:18-20). Sementara "perintah agung" ini menjadi dasar bagi penginjilan dan misi lintas budaya dalam teologi Kristen, dengan baptisan sering dijadikan sebagai tolok ukur keberhasilan, Alkitab juga mencatat beberapa perintah identik yang Yesus sampaikan kepada murid-murid-Nya yang pertama.
"Berulang-ulang Ia mempercayakan kepada mereka tugas pemberitaan injil. Meskipun tidak ada dari para penulis Injil yang mencatat setiap perkataan yang Yesus ucapkan, masing-masing mengandung beberapa kalimat dari perintah Yesus, namun setiap catatan menekankan aspek yang berbeda dari tugas pemberitaan injil dan dengan demikian memberikan kepada kita wawasan berharga terhadap tujuan, metodologi, dan ruang lingkupnya" [alinea pertama: dua kalimat terakhir].
Minggu, 24 Agustus
MEMANTULKAN KARAKTER ALLAH (Menjadi Terang Dunia)
Yesus dan terang. Dalam fisika, terang atau cahaya adalah radiasi elektromagnetik dalam bentuk gelombang yang memiliki kemampuan merambat di ruang hampa dengan kecepatan 300 Km per detik. Sebagai materi, terang atau cahaya itu adalah energi yang memiliki panjang gelombang tertentu dan membantu mata manusia untuk mengenali rupa-rupa warna, misalnya dalam fenomena pelangi pada waktu hujan di siang hari. Dalam Alkitab, terang adalah sebuah metafora (=kiasan) yang digunakan untuk melambangkan kebenaran Allah yang membantu manusia berdosa untuk mengenali sifat-sifat Allah.
Dalam kesaksiannya Yohanes menulis, "Allah adalah terang dan di dalam Dia sama sekali tidak ada kegelapan" (1Yoh. 1:5). Perhatikan bahwa sang rasul tidak mengatakan bahwa Allah itu terang, tetapi bahwa Dia adalah terang. Jadi, terang merupakan bagian dari tabiat Allah--seperti juga kasih adalah bagian dari tabiat-Nya--tetapi bukan berarti bahwa ujud atau sosok pribadi Allah itu terang. Selanjutnya rasul itu berkata, "Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya" (Yoh. 1:5). Berdasarkan inilah maka Yesus pun berkata mengenai Diri-Nya, "Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup" (Yoh. 8:12; huruf miring ditambahkan).
"Yesus Kristus, Anak Allah yang kekal, adalah 'terang manusia,...terang yang sesungguhnya, yang menerangi setiap orang, sedang datang ke dalam dunia' (Yoh. 1:4, 9). Dia sajalah terang yang dapat menerangi kegelapan dari suatu dunia yang diliputi dalam dosa. Melalui Dia kita boleh memiliki 'terang dari pengetahuan tentang kemuliaan Allah' (2Kor. 4:6), yaitu karakter-Nya" [alinea ketiga].
Anak-anak terang. Dalam "Khotbah di Atas Bukit" itu Yesus berkata kepada para pengikut-Nya, "Kamu adalah terang dunia...Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di surga" (Mat. 5:14, 16; huruf miring ditambahkan). Ini merupakan sebuah pernyataan yang bersifat pujian dan sekaligus tanggungjawab. Sebagai pujian, karena selaku orang Kristen kita dianggap turut memiliki terang sebagai karakter Allah dan Yesus Kristus; sebagai tanggungjawab, sebab kita dituntut untuk menunjukkan perbuatan yang baik dengan mana dunia akan memuliakan Bapa di surga.
Secara tradisional kita sering mengaitkan status sebagai "terang dunia" dengan penginjilan, tetapi secara kontekstual sebenarnya ayat ini berbicara tentang perilaku orang Kristen yang harus mengikuti keteladanan hidup Yesus Kristus. Rasul Yohanes juga mengatakan, "Sebab barangsiapa berbuat jahat membenci terang dan tidak datang kepada terang itu, supaya perbuatan-perbuatannya yang jahat itu tidak nampak; tetapi barangsiapa melakukan yang benar ia datang kepada terang, supaya menjadi nyata, bahwa perbuatan-perbuatannya dilakukan dalam Allah" (Yoh. 3:20-21). Dalam rangka kesiapsiagaan menghadapi "hari Tuhan" rasul Paulus mengingatkan, "Tetapi kamu, saudara-saudara, kamu tidak hidup di dalam kegelapan, sehingga hari itu tiba-tiba mendatangi kamu seperti pencuri, karena kamu semua adalah anak-anak terang dan anak-anak siang. Kita bukanlah orang-orang malam atau orang-orang kegelapan" (1Tes. 5:4-5).
"Bukankah tidak masuk akal menyalakan lampu hanya untuk meletakkannya 'di bawah gantang atau di bawah tempat tidur' (Mrk. 4:21)? Lalu mengapa kita terkadang melakukan hal serupa dengan terang Kristus? Seorang murid yang bersembunyi tidak lebih berguna dari sebuah lampu di bawah gantang pada malam yang gelap. Karena itu, 'bangkitlah, menjadi teranglah, sebab terangmu datang, dan kemuliaan Tuhan terbit atasmu' (Yes. 60:1)" [alinea terakhir].
Apa yang kita pelajari tentang menjadi terang dunia?
1. Menjadi "terang dunia" adalah sebuah kesempatan istimewa bagi setiap orang Kristen. Secara berjenjang terang itu adalah dari Allah kepada Kristus, lalu diwariskan kepada para pengikut-Nya. Sebagaimana Yesus selama berada di dunia ini telah menjadi terang dunia (Yoh. 9:5), demikianlah kita pun adalah terang dunia selama kita hidup.
2. Dalam pengertian alkitabiah, "terang dunia" mengandung makna ganda: memantulkan karakter Allah serta Kristus, dan menjalankan misi penginjilan. Kedua makna ini harus dipraktikkan dalam kehidupan orang Kristen secara simultan, yaitu menginjil sambil memelihara tabiat dan perilaku yang suci sebagai "anak-anak terang."
3. Sebagai gereja, kita semua mengemban misi dari Kristus untuk menerangi dunia yang digelapkan oleh dosa ini dengan terang kebenaran Allah. Sebagai pribadi, kita masing-masing memikul tanggungjawab untuk memantulkan karakter Allah dan karakter Kristus. Inilah makna gereja sebagai "koinonia" dan "ekklesia."
Senin, 25 Agustus
BERBAGI PENGALAMAN ROHANI (Menjadi Saksi)
Kedudukan sebagai saksi. Dalam dunia hukum "saksi" merupakan bagian penting dari pembuktian perkara. Di Indonesia, keberadaan dan kedudukan seorang saksi diatur dalam udang-undang hukum acara pidana yang definisinya sebagai berikut: "Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri" (UU No. 8 Tahun 1981, Bab I, Pasal 1, Nomor 26 tentang KUHAP; huruf miring ditambahkan). Berkaitan dengan itu, dalam perkara pidana diatur bahwa "keterangan saksi adalah salah satu alat bukti" (KUHAP, Pasal 1, Nomor 27). Jadi, secara hukum maka keterangan seorang saksi sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan oleh hakim atau majelis hakim atas suatu perkara pidana, dan dengan demikian menentukan nasib seorang terdakwa.
Alkitab menggunakan kata "saksi" dalam pengertian hukum, etika, dan historis. Dalam PL, kata yang diterjemahkan dengan saksi berasal dari kata Ibrani ed, sebuah kata benda maskulin yang berkaitan dengan seseorang, atau kesaksian jika berkaitan dengan suatu benda (Strong; H5707). Sebagai kesaksian kalau itu berupa sebuah benda yang memiliki nilai historis, seperti dalam perjanjian antara Yakub dengan mertuanya, Laban (Kej. 31:44-45); sebagai saksi kalau itu adalah seorang manusia yang berkaitan dengan pengertian etika, misalnya dalam hubungan antar-manusia sebagaimana diatur dalam Taurat (Kel. 23:1-2; Im. 5:1; Bil. 35:30). Kata yang sama juga digunakan pada hukum kesembilan dari Sepuluh Perintah (Kel. 20:16) sebagai hukum moral Allah. Dalam PB, kata saksi berasal dari bahasa Grika martys dari mana kemudian muncul kata martyr, yaitu orang yang mati syahid karena mempertahankan kebenaran (Why. 17:6).
"Seorang saksi ialah seorang yang melihat suatu peristiwa yang terjadi. Siapa saja bisa menjadi saksi, asalkan secara pribadi dia telah menyaksikan sesuatu. Tidak ada yang nama saksi tidak langsung. Kita dapat bersaksi hanya berdasarkan pada pengalaman kita sendiri, bukan pengalaman orang lain. Sebagai orang-orang berdosa yang diselamatkan, kita memiliki hak istimewa untuk menceritakan kepada orang-orang lain apa yang Yesus telah lakukan bagi kita" [alinea ketiga].
Kewajiban sebagai saksi. Sementara menjadi saksi adalah suatu kedudukan yang penting dengan hak istimewa, seorang saksi juga memiliki kewajiban dan tanggungjawab penting sekali. Kalau pada konteks hukum sekuler keterangan seorang saksi dapat berpengaruh dalam menentukan nasib seseorang, maka dalam konteks alkitabiah kesaksian seorang saksi bisa berpengaruh terhadap nasib banyak orang.
Kepada murid-murid yang pertama itu Yesus berkata, "Kamu adalah saksi dari semuanya ini" (Luk. 24:48). Dalam hal ini Yesus sedang bertutur tentang peristiwa penyaliban yang meliputi kematian dan kebangkitan-Nya, di mana murid-murid itu menjadi saksi-saksi mata yang masih hidup. Dalam rangka pemberdayaan kesaksian mereka itu maka Yesus berjanji bahwa mereka akan "diperlengkapi dengan kekuasaan dari tempat tinggi" yaitu kuasa Allah (ay. 49). Sebab menjadi saksi bagi Kristus mesti dilengkapi dengan kemampuan untuk bersaksi secara benar dan bertenaga, kerelaan hati saja tidaklah cukup untuk menghasilkan dampak yang berarti dalam suatu misi penginjilan.
"Kitab Kisah Para Rasul menunjukkan bahwa kesaksian umat percaya bisa memiliki kuasa yang meyakinkan hanya melalui kehadiran Roh Kudus yang tinggal di dalam hati mereka...Artinya, mereka mampu untuk berkata-kata secara terbuka dan dengan kuasa yang besar tentang apa yang mereka sendiri sudah saksikan dan alami. Dalam arti yang sangat nyata, kesaksian kita mengenai Kristus harus selalu termasuk pengalaman kita sendiri dengan Dia" [alinea terakhir: kalimat pertama dan dua kalimat terakhir].
Apa yang kita pelajari tentang arti menjadi saksi bagi Kristus?
1. Dalam "drama politik" pada persidangan sengketa Pilpres di MK belum lama ini kita telah melihat bagaimana kesaksian banyak saksi dari pihak tertentu yang ditolak hakim karena para saksi itu tidak mengalami sendiri apa yang mereka saksikan. Bukan soal substansi kesaksian saja yang penting, tapi terutama adalah keabsahan dari kesaksian itu.
2. Karena untuk menjadi saksi yang sah harus memenuhi unsur "mengalami sendiri" padahal kita hidup dua ribu tahun sesudah seluruh rangkaian peristiwa itu terjadi--penyaliban, kematian, kebangkitan, dan kenaikan Kristus--maka inti dari kesaksian kita bukan pada peristiwa tersebut lagi, melainkan pada pengalaman rohani yang kita alami bersama Yesus.
3. Bersaksi bagi Yesus tidak cukup hanya dengan bermodalkan semangat menginjil dan ketersediaan dana untuk maksud itu, tetapi harus disertai dengan kesiapan dan sumberdaya rohani. Penginjilan yang berdayaguna dan berhasilguna tidak dilakukan hanya karena ada kesempatan atau sekadar dorongan avonturir, tapi karena tuntunan kuasa Roh Kudus.
Selasa, 26 Agustus
MENJALANKAN MISI GEREJA (Demikian Juga Aku Mengutus Kamu)
Konsep penginjilan. Dalam doa syafaat yang terkenal itu, ketika Yesus mendoakan murid-murid-Nya yang pertama maupun umat percaya dari segala zaman, Kristus telah membuat suatu pernyataan penting yang ditujukan kepada Bapa di surga: "Sama seperti Engkau telah mengutus Aku ke dalam dunia, demikian pula Aku telah mengutus mereka ke dalam dunia" (Yoh. 17:18). Setelah kebangkitan-Nya, Yesus mengulangi pernyataan serupa, kali ini ditujukan kepada murid-murid: "Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu" (Yoh. 20:21). Kata Grika untuk mengutus dalam ayat ini adalah apostellō, sebuah kata kerja yang artinya "menyuruh pergi ke suatu tempat yang ditentukan" (Strong; G649), dan dari kata ini kemudian muncul istilah apostle (Inggris) atau rasul (Arab) yaitu utusan. Inilah konsep dasar dari misi penginjilan, yaitu kegiatan utus-mengutus secara berjenjang dan berkesinambungan.
Injil Yohanes mencatat bahwa sehabis Yesus mengucapkan pernyataan itu kepada murid-murid, Ia pun menambahkan perkataan ini: "Terimalah Roh Kudus. Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada" (ay. 22-23). Dalam kata-kata ini termaktub dua hal, penganugerahan Roh Kudus dan pemberian kuasa untuk mengampuni dosa. Banyak komentator Alkitab sebagai semacam upacara penahbisan atas murid-murid untuk menjadi para penginjil, yang didahului dengan tindakan Yesus "mengembusi mereka" (ay. 22). Banyak pula yang percaya bahwa tatkala Yesus "meniupkan nafas-Nya" (BIMK) kepada mereka, Ia sedang memperagakan tindakan yang sama ketika Allah "menghembuskan nafas hidup" ke hidung Adam sehingga dia menjadi manusia yang hidup (Kej. 2:7). Roh Kudus, yaitu Roh Allah, berkuasa untuk memberi "kehidupan baru" kepada seseorang sebelum orang itu digunakan oleh Tuhan.
"Mengutus seseorang menyiratkan bahwa orang yang mengutus itu memiliki kewenangan atas orang yang diutus. Itu juga melibatkan suatu tujuan, karena orang itu diutus dengan satu missi untuk dilaksanakan. Yesus diutus oleh Bapa untuk menyelamatkan dunia ini (Yoh. 3:17), dan kita diutus oleh Yesus untuk memberitakan keselamatan melalui Dia. Jelaslah, tugas kita adalah lanjutan dari pekerjaan Kristus yang terdiri atas pelayanan selengkapnya kepada semua orang (Mat. 9:35). Ia mengharapkan dari kita bukan saja untuk melanjutkan apa yang Ia sudah mulaikan tetapi lebih jauh lagi" [alinea kedua: kalimat kedua hingga kelima].
Kuasa yang mengubahkan. Sewaktu Yesus menemui murid-murid pada hari Minggu malam itu mereka semua sedang berkumpul dalam sebuah rumah dengan "pintu-pintu yang terkunci karena mereka takut kepada orang-orang Yahudi" (Yoh. 20:19). Mungkin kita juga bisa membayangkan bahwa pada saat itu penerangan di dalam rumah tersebut sangat minim agar tidak menarik perhatian orang dari luar, suatu tindakan yang normal bila kita sedang bersembunyi ketakutan di dalam rumah. Tetapi hal itu agak mencengangkan, sebab beberapa jam yang lalu pada hari yang sama murid-murid itu baru saja dikejutkan dengan kenyataan bahwa Yesus sudah bangkit dari kubur, berdasarkan kesaksian Maria Magdalena yang kemudian juga disaksikan oleh Petrus yang datang ke kubur bersama seorang murid yang lain (ay. 1-8).
Yesus datang pada saat yang tepat, menemui murid-murid yang sedang dilanda oleh kecemasan dan kebimbangan. Dan Ia datang bukan dengan tangan hampa, tetapi dengan kuasa Roh-Nya yang menguatkan hati. "Sebagaimana nafas hidup mengubah debu tanah yang mati menjadi makhluk hidup, demikianlah Roh Kudus mengubah murid-murid yang cemas dan putus asa itu menjadi saksi-saksi hidup yang ampuh untuk meneruskan pekerjaan Yesus. Pengurapan yang sama sangat diperlukan sekarang ini demi memenuhi tugas yang dipercayakan kepada kita" [alinea terakhir: dua kalimat terakhir].
Pena inspirasi menulis: "Kristus telah berikan kepada gereja suatu tugas yang suci. Tiap anggota harus menjadi saluran melalui mana Allah dapat menyampaikan kepada dunia ini kekayaan kasih karunia-Nya, kekayaan Kristus yang tak terduga. Tidak ada yang Juruselamat begitu inginkan seperti perantara-perantara yang akan menunjukkan kepada dunia Roh-Nya dan karakter-Nya. Tidak ada yang dunia ini begitu perlukan seperti perwujudan kasih Juruselamat melalui umat manusia. Segenap surga sedang menanti pria dan wanita melalui siapa Allah dapat menyatakan kuasa Kekristenan" (Ellen G. White, Maranatha, hlm. 128).
Apa yang kita pelajari tentang Yesus yang mengutus anda dan saya?
1. Penginjilan merupakan bagian dari skenario besar Allah sehubungan dengan rencana keselamatan bagi manusia. Mula-mula Allah mengutus Putra tunggal-Nya, Yesus Kristus, untuk mati sebagai Juruselamat dan mendirikan Gereja di bumi ini melalui murid-murid yang pertama. Selanjutnya, Yesus mengutus murid-murid itu ke seluruh dunia (Kis. 1:8).
2. Setiap orang Kristen adalah bagian dari penginjilan global sebagai utusan-utusan Kristus dari zaman ke zaman hingga Ia datang kedua kali. Sebagaimana kepada murid-murid pertama itu Yesus telah "mengembuskan" kuasa Roh-Nya, demikian pula kepada kita semua sekarang ini Yesus menganugerahkan kuasa Roh yang sama.
3. Roh Allah adalah kuasa ilahi yang bukan saja menyanggupkan umat percaya untuk melaksanakan tugas penginjilan, tetapi juga untuk memberi penghiburan serta kekuatan kepada kita semua sebagai para penginjil apabila kita putus asa dan kehilangan semangat.
Rabu, 27 Agustus
PENGINJILAN DAN PEMURIDAN (Menjadikan Murid)
Otoritas Kristus. Sesudah kebangkitan, Yesus beberapa kali bertemu dengan murid-murid-Nya, dan salah satunya adalah di "bukit yang telah ditunjukkan Yesus kepada mereka" (Mat. 28:16). Tidak ada yang tahu pasti lokasi maupun nama bukit itu, tapi yang pasti tempat itu cukup dikenal oleh murid-murid dan sangat mungkin di situ mereka sering bersama-sama dengan Yesus sebelum penyaliban-Nya. Tampaknya kali ini bukan murid-murid yang pertama itu saja yang hadir tapi juga ratusan orang lain yang belum pernah melihat Yesus sesudah kebangkitan-Nya, dan begitu melihat Yesus muncul sebagian dari mereka sempat ragu-ragu (ay. 17).
Kejadian terpenting di bukit itu ialah dekrit Kristus perihal otoritas-Nya. "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di surga dan di bumi," kata Yesus (ay. 18). Sesudah menyatakan itu Ia pun melanjutkan, "Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu" (ay. 19-20; huruf miring ditambahkan). Frase "karena itu" di sini merupakan bagian penting yang menghubungkan pernyataan Yesus pada kalimat sebelumnya dengan perintah-Nya pada kalimat berikutnya, sehingga kata-kata Yesus itu bisa dipahami sebagai berikut: "Karena segala kuasa di surga dan di bumi sudah berada di tangan-Ku, maka sekarang pergilah kalian untuk menginjil ke seluruh dunia." Bagian kalimat sesudah perintah itu, "Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman" (ay. 20, bag. akhir), adalah janji jaminan yang menyertai perintah itu.
"Menurut catatan Matius, dalam memberikan Perintah Agung itu Yesus menggunakan empat kata kerja: pergi, jadikan murid, baptiskan dan ajar. Sayangnya, banyak versi Alkitab tidak mencerminkan fakta bahwa dalam bahasa Grika satu-satunya kata kerja yang berbentuk perintah ialah jadikan murid, sedangkan tiga kata kerja lainnya itu adalah bersifat partisipatif. Ini berarti bahwa penekanan dari kalimat itu adalah pada jadikan murid, ketiga aktivitas lainnya bergantung pada hal itu" [alinea kedua].
Pergi, baptiskan, dan ajar. Perintah "jadikanlah semua bangsa murid-Ku" yang Yesus berikan kepada murid-murid waktu itu, dan juga kepada para pengikut-Nya sepanjang zaman, mengandung arti yang mendalam dan tidak sekadar mencari pengikut atau pendukung Kristus. Menjadi murid Yesus melibatkan komitmen untuk meneladani serta mengamalkan kehidupan Yesus dalam kehidupan pribadi kita, sehingga kita dapat berkata seperti Paulus, "Sekarang bukan lagi saya yang hidup, tetapi Kristus yang hidup dalam diri saya" (Gal. 2:20, BIMK). Jadi, ketika kita pergi, membaptiskan, dan mengajar orang-orang lain maka tujuan kita yang terutama adalah bahwa pada akhirnya mereka akan menjadi orang-orang yang diubahkan kepada keserupaan dengan Kristus.
Kalau begitu, penginjilan hanyalah "alat" dengan mana kita menjangkau orang lain dan mengubahnya menjadi murid Kristus. Logikanya, kita tidak dapat menjadikan seseorang murid Kristus kalau kita tidak pergi, baptiskan, dan mengajar orang itu. Namun demikian, penginjilan belum sukses kalau kita hanya bisa pergi, membaptiskan (atau membuat orang lain dibaptis), dan mengajar orang-orang; penginjilan baru dikatakan berhasil bilamana orang-orang yang kita ajar dan baptiskan itu akhirnya menjadi murid Yesus yang setia dan tekun mengamalkan hidup Kristus.
"Kita bersuka ketika seseorang dibaptis, tetapi baptisan bukanlah akhir dari cerita. Itu hanyalah bagian dari proses menjadikan seseorang murid. tugas kita ialah mengajak orang banyak untuk mengikut Yesus, yang berarti percaya kepada-Nya, menuruti pengajaran-Nya, mengadopsi cara hidup-Nya, dan mengajak orang-orang lain untuk juga menjadi murid-murid-Nya" [alinea keempat].
Apa yang kita pelajari tentang perintah Yesus untuk menjadikan orang lain murid-Nya?
1. Yesus bukan sekadar memerintahkan murid-murid dan para pengikut-Nya supaya pergi menginjil, tetapi Ia juga melengkapi mereka dan kita semua dengan kuasa yang berada di tangan-Nya. Perintah Agung Yesus didasarkan pada otoritas-Nya. Bahkan, Yesus juga berjanji untuk menyertai kita dalam melaksanakan perintah-Nya itu.
2. "Penginjilan" dan "menjadikan murid Kristus" adalah dua hal yang berbeda tetapi merupakan bagian integral dari Perintah Agung Yesus itu. Penginjilan adalah cara--bukan tujuan--untuk menjadikan orang lain murid Kristus; menjadi murid Kristus adalah proses yang bertujuan untuk menyanggupkan orang hidup seperti Yesus.
3. Kegiatan menginjil adalah implementasi dari perintah Yesus, tapi kita tidak bisa menjadikan jumlah baptisan sebagai tujuan dari usaha penginjilan. Jangan jadikan program penginjilan sekadar "eforia rohani" belaka. Tujuan penginjilan adalah mengubah orang lain menjadi seperti Kristus, tapi bagaimana itu akan tercapai kalau penginjil itu sendiri belum berubah?
Kamis, 28 Agustus
MISI GEREJA DAN PRIBADI (Mengkhotbahkan Injil)
Ke seluruh dunia. Injil Markus mencatat perintah Yesus, bagian yang paralel dengan injil Matius, dalam gaya bahasa yang lebih lugas: "Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk. Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum" (Mrk. 16:15-16; huruf miring ditambahkan). Kata makhluk dalam ayat ini berasal dari kata Grika, ktisis, yang merupakan sebuah bentukan dari kata dasar ktizō, yaitu kata kerja yang berarti "menjadikan habitat manusia" atau "menciptakan" (Strong; G2937, G2936). Kata yang sama digunakan juga pada dua ayat lain dalam Injil Markus, yang dalam versi TB diterjemahkan dengan "menjadikan" (10:6) dan "diciptakan" (13:19). Jadi, sebenarnya yang dimaksudkan adalah "kepada seluruh umat manusia" (Mrk. 16:15, BIMK).
Anak kalimat "ke seluruh dunia" (Grika: poreuomai eis hapas kosmos) dalam ayat di atas itu sebenarnya berdasarkan keadaan dunia pada abad pertama ketika tingkat demografis dan populasi manusia belum seluas dan sepadat sekarang ini. Namun, berdasarkan keyakinan kita bahwa setiap penulis Alkitab diilhami oleh Roh Allah, kita percaya bahwa perintah Yesus itu bersifat futuristik dan menjangkau sampai ke zaman kita sekarang. Murid-murid angkatan pertama itu sudah mati jauh sebelum perintah itu terlaksana secara harfiah, tetapi faktanya murid-murid Yesus dari angkatan terakhir zaman ini sedang giat menunaikan perintah itu, baik sebagai Gereja maupun sebagai pribadi.
"Kesebelas orang itu saja tidak pernah dapat memberitakan injil ke seluruh dunia, apalagi kepada setiap makhluk yang hidup di dalamnya. Sebuah tugas yang berdimensi seluruh dunia seperti itu menuntut partisipasi dari gereja secara keseluruhan. Hal itu telah dipercayakan kepada semua umat percaya di dalam Yesus pada segala zaman. Ini termasuk anda dan saya" [alinea kedua: empat kalimat terakhir].
Mereka yang percaya. Kendati kepada murid-murid Yesus yang melaksanakan perintah pemberitaan injil itu diberi jaminan kuasa dan penyertaan Tuhan sampai akhir zaman (Mat. 28:18-20), tidak ada jaminan bahwa setiap orang yang mendengar pemberitaan injil itu akan percaya dan menerimanya. Yesus menambahkan, "Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum" (Mrk. 16:16). Entah mengapa, kalimat penting ini luput dari catatan Matius yang juga menulis perintah identik tersebut.
Berdasarkan perkataan Yesus pada ayat di atas, sebagian orang telah secara langsung menghubungkan baptisan dengan keselamatan. Namun, jika kita meneliti lebih cermat, ayat itu sebenarnya mengaitkan percaya dengan keselamatan dan ketidakpercayaan dengan hukuman. Dalam banyak kasus ada orang yang sudah percaya tetapi karena keadaannya dia tidak sempat dibaptis, sebaliknya banyak orang dibaptis tetapi tidak sesungguhnya percaya. Di sini Yesus tidak mengatakan bahwa siapa yang tidak dibaptis akan dihukum, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum.
"Akan tetapi, mengkhotbahkan injil kepada setiap makhluk tidak serta merta berarti bahwa setiap orang akan menerimanya. Hanya 'siapa yang percaya dan dibaptiskan akan diselamatkan' (Mrk. 16:16). ita harus khotbahkan dengan semangat, berharap bahwa setiap pendengar akan menyerah kepada undangan injil. Namun demikian, kita harus menyadari bahwa banyak yang tidak akan menerima Firman itu, sebagaimana gambaran tentang pintu yang sempit dengan jelas tunjukkan (Mat. 7:13-14)" [alinea ketiga].
Apa yang kita pelajari tentang perintah untuk mengkhotbahkan injil?
1. Perintah Yesus untuk memberitakan injil "ke seluruh dunia" dan "kepada segala makhluk" memberi indikasi bahwa perintah itu harus dilaksanakan seluas mungkin dan tanpa pilih buluh. Hambatan geografis (faktor jarak) maupun demografis (faktor sosial) tidak boleh menjadi alasan untuk tidak menunaikan perintah itu.
2. Pertumbuhan gereja Kristus dari zaman ke zaman tidak terlepas dari aktivitas penginjilan yang tak mengenal lelah dari orang-orang Kristen yang berkomitmen serta patuh pada perintah Yesus untuk mengkhotbahkan injil keselamatan, dan bukti dari kegenapan janji Yesus kepada murid-murid pertama itu perihal kuasa Roh Kudus-Nya.
3. Pemberitaan injil adalah kewajiban dari setiap pengikut Kristus, tetapi keselamatan jiwa adalah tanggungjawab pribadi dari orang yang mendengar pemberitaan itu. Keselamatan itu "mula-mula diberitakan oleh Tuhan dan oleh mereka yang telah mendengarnya" (Ibr. 2:3). Pemberitaan injil adalah konsep dan rancangan ilahi bagi umat Tuhan.
Jumat, 29 Agustus
PENUTUP
Orang Kristen dan pemberitaan injil. Gereja Kristus (Kekristenan) telah bertumbuh dengan pesat, dari hanya beberapa ratus orang saat Yesus tinggalkan sudah bertambah hingga bermilyar-milyar menjelang kedatangan-Nya kedua kali. Menurut data terakhir, dari sekitar 7 milyar penduduk Bumi sekarang ini terdapat kurang-lebih 2,2 milyar orang Kristen, belum termasuk mereka yang kini sedang beristirahat dalam kubur selama dua ribu tahun berselang. Meskipun menjadi orang Kristen belum menjamin keselamatan, setidaknya sebagai umat percaya kita sudah berada di jalan yang benar menuju keselamatan.
Gereja didirikan untuk dua maksud, yakni menjadi tempat berhimpun umat percaya dan menjadi sarana utama dari penginjilan semesta. Berbakti kepada Tuhan dan memberitakan injil keselamatan merupakan dua sisi dari mata uang, dan keduanya merupakan bagian yang tak terpisahkan terhadap satu sama lain. Gereja adalah wahana peribadatan dan sekaligus menjadi "pusdiklat" bagi jemaat untuk melaksanakan jangkauan keluar dalam program pemuridan. "Tiap murid sejati dilahirkan bagi kerajaan Allah sebagai seorang pemberita injil. Orang yang minum dari air hidup itu menjadi mata air kehidupan. Penerima itu menjadi seorang pemberi" [alinea pertama: tiga kalimat pertama].
Ada konsekuensi rohani dalam menjadi orang Kristen; sebagai pengikut Kristus harus mengamalkan cara hidup Yesus, dan sebagai murid Yesus harus melaksanakan kewajiban penginjilan. Sebab sebagai orang Kristen, kita diselamatkan untuk menyelamatkan orang lain. Kekristenan, tak bisa tidak, harus identik dengan penginjilan. Gereja Kristen yang benar harus selalu beraroma evangelisasi, atau sama sekali itu bukan gereja Tuhan.
"Perintah Juruselamat kepada murid-murid meliputi semua orang percaya. Perintah itu mencakup semua umat percaya di dalam Kristus hingga akhir zaman. Adalah suatu kekeliruan yang fatal untuk menganggap bahwa pekerjaan menyelamatkan jiwa-jiwa hanya bergantung pada pendeta yang diurapi...Semua orang yang menerima hidup Kristus diurapi untuk bekerja demi keselamatan sesama manusia. Untuk pekerjaan inilah gereja ditahbiskan, dan semua orang yang mengadakan janji suci itu dengan demikian berjanji untuk menjadi teman sekerja bersama Kristus" [alinea kedua].
"Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan. Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepada-Nya, jika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakan-Nya? Dan bagaimana mereka dapat memberitakan-Nya, jika mereka tidak diutus?" (Rm. 10:13-15).
(Oleh Loddy Lintong/California, 28 Agustus 2014)